Empat Tahun Bersama Komnas Perempuan
Empat Tahun yang #bukanmaen di Komnas Perempuan |
Wohhhooo! Rasa-rasanya waktu begitu
cepat berlalu. Masih segar dalam ingatanku di pagi itu, 1 April 2013, hari
pertama aku magang di Komnas Perempuan, dan sekarang tanpa terasa, aku sudah
empat tahun di Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia ini. Dari yang dulu anak
magang, kini telah menjadi pegawai tetap. Oh ya, buat yang belum baca cerita magangku, boleh loh dibaca dulu. Menurutku, momen empat tahun adalah saat yang tepat untuk merayakan raihan-raihan yang telah berhasil dicapai, sekaligus memetakan titik-titik mana yang belum berhasil dicapai.
Ada anggapan begini, kasus kekerasan terhadap perempuan tiap tahun terus bertambah jumlah kasusnya, lalu apa hasil kerja kampanye Komnas Perempuan?
Begini, kasus kekerasan terhadap perempuan yang tiap tahun semakin naik jumlahnya, tidak semerta-merta berarti jumlah kekerasan itu naik, tetapi bisa diartikan sebagai semakin berani dan meleknya korban untuk melaporkan kasusnya. Masalahnya, sering kali aparat penegak hukum memandang sebelah mata kasus kekerasan terhadap perempuan. Sistem hukum di Indonesia juga belum mengakomodir korban kekerasan. Pada ingat enggak, beberapa waktu lalu, Komnas Perempuan protes ke polisi, gara-garanya polisi sektor Jatinegara bilang tidak ada pidana pelecehan seksual di kasus mahasiswa yang diraba pahanya di bus TransJakarta, karena korban memakai celana panjang, bukan rok.
"Kalau pelecehan, kan dia pegang payudara, atau pegang alat kelaminnya atau barang si laki-laki dikeluarin ditampilin. Ini kan enggak. Cuma pegang pahanya dan dia pakai celana panjang. Kecuali kalau dia pakai rok, terus dibuka pahanya, dipegang, itu baru bisa masuk unsur pelecehan," kata Bambang Edi, Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Jatinegara kepada Viva.co.id, Senin 6 Maret 2017.
Entah logika dari mana yang dipakai oleh polisi itu. Ketika korban memakai celana panjang tidak dianggap pelecehan seksual. Saat korban pakai rok, dianggap korban memancing pelaku untuk melakukan kekerasan seksual!
Data dari Forum Pengada Layanan, menyebutkan bahwa 80 persen korban memilih jalur hukum untuk menyelesaikan kasusnya. Dari jumlah tersebut, 50 persen diselesaikan melalui mediasi, bisa jadi karena dinikahkan dengan pelaku, tidak cukup bukti, atau korban kelelahan berhadapan dengan hukum. 40 persen lainnya berhenti di kepolisian, dan hanya 10 persen yang maju ke pengadilan. Celakanya lagi, dari 10 persen kasus yang maju di pengadilan, sangat sedikit sekali, pelaku yang mendapat vonis maksimal.
Walau demikian, keterlibatan publik pada penghapusan
kekerasan terhadap perempuan meningkat. Masuknya Rancangan Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan Seksual ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
tahun 2016-2017 menunjukkan dukungan publik pada korban kekerasan seksual.
Dukungan publik pada tahun 2016 semakin memuncak terlihat dalam rangkaian
kegiatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKtP) yang
diadakan pada 25 November – 10 Desember 2016. Setidaknya ada 160 kegiatan
kampanye yang digagas oleh berbagai elemen masyarakat di seluruh
Nusantara.
Salah satu peserta Telling Untold Stories berfoto di depan tembok post-it yang berisi cerita-cerita yang selama ini tidak pernah diperdengarkan, November 2016 |
Untuk K16HAKtP tahun 2016, Komnas
Perempuan secara khusus menyasar pelibatan kaum muda, dan mitra-mitra baru yang
aktif di media sosial. Di tahun ini pula, terbentuk Joint Task Force
#GerakBersama, yang terdiri dari anak-anak muda kreatif yang penuh
dengan ide-ide segar dalam mengkampanyekan penghapusan kekerasan terhadap
perempuan, khususnya kekerasan seksual. Pelibatan kaum muda dan mitra baru
yang aktif di media sosial ini sangat strategis dalam menyebarluaskan pemahaman
atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dengan bahasa yang sederhana, kreatif dan tanpa
menghilangkan makna.
Bersama Joint Task Force
#GerakBersama, Komnas Perempuan mensinergiskan kampanye online
melalui media sosial dan kampanye offline, dengan pesan utama “Dengar
dan Dukung Korban, Gerak Bersama Untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”. Keseluruhan
kegiatan kampanye, dapat dilihat melalui website Gerak Bersama!
Capaian lain adalah semakin eratnya hubungan antara Komnas
Perempuan dengan media massa dan komunitas blogger. Di Komnas Perempuan, kami percaya bahwa media
massa dan blogger mempunyai peran yang penting untuk menyuarakan yang tak
bersuara (Voice the Voiceless). Dalam hal ini, kelompok yang paling
dibungkam suaranya adalah perempuan korban kekerasan. Komnas Perempuan
senantiasa menjaga hubungan yang erat dengan media massa dan komunitas blogger,
melalui sejumlah program media relations, antara lain media visit, media gathering, press conference, workshop untuk jurnalis dan respon yang cepat bila dihubungi oleh jurnalis.
Di 2016, media massa dan
tulisan-tulisan blogger semakin sering memuat isu kekerasan terhadap
perempuan, terutama isu kekerasan seksual dan peran Komnas Perempuan dalam
penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Tercatat ada lebih dari empat ribu
pemberitaan tentang peran Komnas Perempuan di media online sepanjang 2016.
Jumlah ini naik sepuluh kali lipat bila dibandingkan dengan tahun 2013.
Blogger Gathering di Komnas Perempuan, Oktober 2016 |
Walau demikian, kualitas dari
pemberitaan tersebut masih harus ditingkatkan lagi. Analisa media Komnas
Perempuan menunjukkan bahwa masih banyak media massa yang abai terhadap hak
korban kekerasan seksual. Di 2017, Komnas Perempuan akan mempererat kerjasama dengan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen untuk meningkatkan sensitivitas
jurnalis dalam isu kekerasan seksual.
Hal lain yang patut disyukuri adalah adanya prakarsa aktif dari pendamping dan perempuan korban untuk memorialisasi situs pelanggaran HAM masa lalu. Melihat kondisi Negara dalam
pemenuhan hak warga negara dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu, Komnas
Perempuan bersama pendamping dan korban pelanggaran HAM masa lalu berinisiatif
melakukan memorialisasi situs pelanggaran HAM masa lalu untuk tujuan pengakuan,
pengungkapan kebenaran dan pemulihan korban yang belum banyak dilakukan oleh negara.
Di Tugu Tragedi Mei 1998, TPU Selapajang Jaya, kota Tangerang. Tugu ini merupakan inisiatif dari Pemko Tangerang |
Beberapa situs yang dimemorialisasi,
antara lain di Jakarta: Penjara Bukit Duri, Makam Massal Korban Mei 1998 di TPU
Pondok Ranggon, TPU Tanjung Priok; di Tangerang: TPU Selapajang Jaya; di Jawa Tengah: Plantungan dan Makam Massal
Korban Tragedi Mei 1998 TPU Purwoloyo, Solo; Yogyakarta: Gedung Jeffersson dan
Benteng Venderburg.
Komnas Perempuan mendistribusikan
pengetahuan mengenai memorialisasi dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu,
melalui Kampanye Mari Bicara Kebenaran. Bersama komunitas korban pelanggaran
HAM masa lalu dan organisasi pendampingnya, di Solo, Yogyakarta dan DKI Jakarta
Komnas Perempuan mengembangkan diskusi dan upaya-upaya lainnya untuk merawat
ingatan atas sejumlah peristiwa pelanggaran HAM masa lalu yang tidak boleh lagi
berulang, diantaranya Peristiwa 65 dan Tragedi Mei 98.
Catatan penting lainnya adalah suara Komnas Perempuan didengar
Istana. Setelah lobby dan kampanye sana-sini,
rekomendasi Komnas Perempuan kepada presiden tentang penangguhanhukuman mati Merry Utami didengar. Pemantauan Komnas Perempuan terhadap Merry Utami, menunjukkan
bahwa Merry Utami merupakan korban sindikat narkoba internasional yang menargetkan buruh
migran perempuan yang rentan. Kasus Merry Utami seperti pula kasus Mary Jane, setahun sebelumnya yang juga diancam dengan hukuman mati.
Sebagai bentuk konkrit komitmen Komnas Perempuan dalam upaya penghapusan
hukuman mati, dua tahun terakhir Komnas Perempuan melakukan pemantauan mengenai
dampak hukuman mati terhadap Perempuan Pekerja Migran dan Keluarganya.
Pemantauan ini bertujuan untuk mengumpulkan fakta tentang situasi yang dialami
oleh perempuan pekerja migran yang terancam hukuman mati dan keluarganya.
Selain itu, pemantuan ini juga menelisik bagaimana situasi pemenuhan dan
pelanggaran HAM yang dialami oleh mereka, baik pola dan bentuk serta kekerasan
berbasis gender yang dihadapi. Terhadap temuan-temuan yang didapat, Komnas
Perempuan melakukan analisis berbasis HAM dan gender.
Tiga belas Perempuan Pekerja Migran Terpidana Mati dan Keluarganya
menjadi narasumber dalam pemantauan ini. Mereka terlibat tindak pidana
pembunuhan di Arab Saudi dan kejahatan narkoba di Indonesia dan China.
Raihan lainnya adalah diskursus tentang
isu-isu perempuan semakin sering dibicarakan di kampus-kampus. Permohonan dari
kampus ke Komnas Perempuan untuk kunjungan lapangan, diskusi, maupun
magang semakin meningkat. Selain meningkat, disiplin ilmu yang mengangkat isu
perempuan juga semakin beragam. Disiplin ilmu yang selama ini jarang mengangkat
isu kekerasan terhadap perempuan, mulai mewacanakan hal tersebut.
Komnas Perempuan kedatangan teman-teman dari kampus LSPR Jakarta |
Untuk magang, Komnas Perempuan
membuka kesempatan seluas-luasnya bagi mahasiswa yang ingin terjun dan menjadi
bagian dari penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Di Komnas Perempuan, kami percaya bahwa nasib bangsa ini ada di tangan anak magang. Selama 2016, Komnas
Perempuan menerima peserta magang dari berbagai latar belakang disiplin ilmu,
antara lain kepasturan, hubungan internasional, komunikasi, ilmu politik,
kesejahteraan sosial, kriminologi, sosiologi dan filsafat.
Kira-kira begitu ceritaku bersama Komnas Perempuan. Semoga tidak kepanjangan. Kamu ingin magang atau kerja di Komnas Perempuan, atau punya pengalaman kerja bareng Komnas Perempuan? Share di kolom komentar yaa! Oh ya, baca juga Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan!
Halo kak, blognya menarik sekali :)
BalasHapusoiya kak, saya ingin nanya. kalau mau magang dari bidang psikologi bisa ngga ka? soalnya ada rencana untuk magang di komnas perempuan :)
makasih ka
Halo Anggie, terima kasih telah berkunjung ke blog ini.
HapusKalau mau magang, bisa kirim lamaran magang beserta dokumen pendukung seperti CV dan surat keterangan dari kampus, ke Bidang SDM Komnas Perempuan, melalui email di rekrutmen@komnasperempuan.go.id
Untuk jurusan psikologi bisa juga kog. Nanti utk penempatannya di Komnas Perempuan, bisa ngobrol lebih lanjut dengan bidang SDM.
Begitu yaa Anggie. Salam :)
Kalau dari kriminologi untuk magang di Januari 2019 bisa gak kak?
BalasHapusHalo Iza,
HapusBisa aja sih, kirim dulu aja lamaran magang dan dokumen2 terkait ke bidang SDM Komnas Perempuan yaa.
Oke kak, thank you ... Hari ini kita mau berkunjung dulu ke Komnas perempuan .. hehehe ... Mau tanya-tanya saja dulu hehehe ...
Hapussipppp!
Hapus