Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Energi yang Melahirkan Komnas Perempuan

Gambar
Foto bareng Dewi Anggraeni di Ceramah Energi Pencetus Komnas Perempuan Kalau dilihat kembali daftar tulisanku di blog ini, sudah ada banyak sekali tulisanku yang membahas tentang kantorku, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan alias Komnas Perempuan. Semoga para pembaca tidak bosan yaa! Kali ini aku akan kembali menulis tentang Komnas Perempuan dari sisi energi yang melahirkannya. Sebagai putri sulung reformasi, kelahiran Komnas Perempuan tentu berbeda dari kelahiran lembaga-lembaga negara lainnya.  Komnas Perempuan memaksa untuk lahir. Ia hadir sebagai respon negara atas tuntutan masyarakat yang marah atas maraknya kekerasan seksual di Tragedi Mei 1998. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menemukan ada 85 perempuan etnis Tionghoa yang menjadi korban kekerasan seksual, 52 diantaranya merupakan korban perkosaan massal (gang rape). Korban kekerasan seksual di Tragedi Mei 1998 sampai hari ini masih disangkal keberadaannya oleh sejumlah pihak. Disangkalnya korban kekeras

Mewujudkan Zona Pelajar Bebas Kekerasan

Gambar
Audiensi IPPNU ke Komnas Perempuan 6 April 2016. Pagi itu terik sekali. Aku bergegas menuju kantor dengan menumpang angkutan umum. Pagi itu, aku punya agenda untuk menemui teman-teman Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama atau yang lebih akrab disebut IPPNU. Ceritanya IPPNU datang ke Komnas Perempuan, untuk meminta masukan terhadap program kerja mereka. IPPNU menargetkan adanya perwujudan zona pelajar yang bebas kekerasan berbasis gender di sekolah dan pesantren se-Indonesia!  Teman-teman IPPNU yang hadir pagi itu berjumlah 8 orang. Ketuanya Puti Hasni, yang ternyata pernah juga bergabung dengan Komnas Perempuan sebagai relawan Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR). Puti Hasni menyampaikan tentang program-program yang sudah dilakukan oleh IPPNU dalam mewujudkan zona pelajar bebas kekerasan. “IPPNU sebagai organisasi berbasis pelajar putri berusaha mewujudkan zona pelajar yang bebas dari segala bentuk kekerasan berbasis gender dengan melakukan sosialisasi bentuk-bentuk kekerasa

Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan

Gambar
Kejutan dari teman-teman sekantor Bila 1 April bagi kebanyakan orang dirayakan sebagai hari berbohong sedunia alias April Mop, bagiku tidak demikian. Aku memaknai 1 April sebagai hari yang istimewa, karena tepat di hari itu, aku mengambil sebuah keputusan penting yang membuat hidupku tidak lagi sama. 1 April 2013, aku mengawali pertualanganku di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau yang lebih familiar disebut Komnas Perempuan sebagai anak magang. Setelahnya, secara berturut-turut, aku menjadi relawan, staf dan sekarang menjadi Asisten Kampanye Divisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan. 3 tahun sudah sejak hari itu dan rasanya masih istimewa. Ibarat minum bir, ini gelas ketiga, belum mabuk, masih waras dan masih haus akan gelas-gelas berikutnya.  Sebagai hadiah istimewa di hari jadian ketiga ini, aku mau menulis tentang kehidupan di Komnas Perempuan, biar pada enggak penasaran gimana sih rasanya kerja di lembaga ini.  Aku sering ditanya orang, sebenarn