Perempuan Lajang, Urban Women, dan KDRT
Love Doesn't Hurt, seminar tentang KDRT yang diinisiasi oleh Urban Women |
Rabu, 28 Januari 2015, Komnas Perempuan memenuhi undangan
dari Urban Women untuk menjadi salah satu pemateri dalam seminar yang membahas
isu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Urban Women adalah organisasi nirlaba
berbasis komunitas perempuan-perempuan urban yang fokus pada penguatan dan sisterhood untuk membantu para
anggotanya meraih potensi maksimalnya. Organisasi ini sudah berjalan kurang
lebih 2 tahun. Dari websitenya, Visi Urban Women adalah untuk "Menjadi
fondasi yang membantu para perempuan
lajang keluar dari ikatan pribadinya dan bertumbuh kuat, produktif dan
berbuah melalui kasih Tuhan"
Suasana diskusi di Hongkong Cafe |
Aku begitu tertarik
dengan Urban Women. Pertama karena frasa perempuan lajang yang dipakai dalam
visinya. Perempuan lajang adalah fenomena yang menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Perempuan lajang merupakan salah satu kelompok rentan diskriminasi dan
stigmaisasi dari masyarakat. Perempuan lajang biasanya direkatkan dengan
istilah “perawan tua”, “perempuan tidak laku”, dll. Mari kita bandingkan
dengan laki-laki. Biasanya laki-laki lajang akan disematkan dengan atribusi “kemapanan”.
Para perempuan lajang harus mempersiapkan mental untuk ditanyai-tanyai “kapan
kawin?” “Ingat umur!” dll. Banyak dari mereka, yang akhirnya memutuskan
untuk menikah dengan pasangan yang “asal-asalan” untuk menghindari dari
pertanyaan-pertanyaan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka terjebak dalam siklus
KDRT.
Hal menarik lain
adalah bahwa kelompok perempuan urban biasanya jarang sekali digandeng untuk
membahas isu kekerasan terhadap perempuan. Biasanya advokasi dan penyuluhan
lebih banyak ke perempuan-perempuan miskin pedesaan. Orang-orang mungkin
banyak yang berpikir bahwa perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi dan
status ekonomi tinggi tidak akan menjadi korban kekerasan. Namun, faktanya
menunjukkan bahwa setiap perempuan itu berpotensi jadi korban kekerasan
berbasis gender, tidak perduli apa pun status sosialnya. Jadi, begitu mendapat email ajakan dari
Urban Women, aku langsung bersemangat untuk menindaklanjutinya.
Ibu Budi Wahyuni memaparkan materi |
Seminar tentang KDRT ini dihelat di Hongkong Cafe, Sarinah,
Jakarta Pusat dengan tema “Love Doesn’t Hurt”. Hadir mewakili Komnas Perempuan
adalah Budi Wahyuni, komisioner sekaligus koordinator tim 7, tim yang bertugas
mempersiapkan struktur kepemimpinan Komnas Perempuan periode 2015-2019. Budi
Wahyuni mempresentasikan tentang sejarah berdirinya Komnas Perempuan yang
bertitik mula pada maraknya kekerasan seksual pada Tragedi Mei 1998, dan data
kasus KDRT yang berhasil dihimpun dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan serta
mekanisme penanganan korban KDRT. Hadir pula sebagai pemateri lain adalah AKBP
Eni Susenawati dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polda Metro
Jaya, Psikolog Aenea Marella dari Yayasan Pulih dan Margaretha Hanita dari
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jakarta.
Di akhir sesi, Budi Wahyuni menyerukan agar setiap peserta
yang hadir untuk hidup sehat tanpa kekerasan, jangan pernah tolerir kekerasan
terhadap perempuan karena kekerasan terhadap perempuan adalah bagian dari
pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Terima kasih untuk teman-teman Urban Women yang sudah
menginisiasi organisasi ini. Tetap semangat!
Komentar
Posting Komentar