Menyusuri Jalan Pikiran Drs. Yap Tjwan Bing

Jl Drs Yap Tjwan Bing di kota Solo

Tahukah kamu bahwa di Indonesia ada seruas jalan yang dinamai dengan nama Tionghoa? Bila tidak, ayo ke Solo, Jawa Tengah. Di sana, ada seruas jalan yang bernama jalan Drs. Yap Tjwan Bing. Jalan ini diresmikan pada momentum perayaan Imlek tahun 2008 oleh Joko Widodo, Walikota Solo menggantikan jalan Jagalan. 

"Dengan momentum perayaan Imlek 2559 ini, Pemkot Solo memberikan penghargaan setinggi-tingginya untuk tokoh nasional Yap Tjwan Bing sebagai nama salah satu jalan di Solo," kata Joko Widodo seperti yang dilansir dari liputan 6.  

Buat yang belum kenal siapa itu Yap Tjwan Bing, berikut ini aku ringkas profil, kiprah dan gagasan beliau tentang kebangsaan Indonesia. Sebagian besar ringkasan ini aku kutip dari buku otobiografinya yang berjudul Yap Tjwan Bing Meretas Jalan Kemerdekaan: Otobiografi Seorang Pejuang Kemerdekaan terbitan Gramedia tahun 1988. 

Yap Tjwan Bing lahir di Slompretan, Solo pada tanggal 31 Oktober 1910 dari keluarga Yap Yoe Dhiam (ayah) dan Tan Tien Nio (ibu). Yap Tjwan Bing memiliki empat orang saudara, yaitu Yap Giok Nio, Yap Swan Nio, Yap Tjoen Sing, dan Yap Tjoen Hoei.

Keluarga Yap merupakan keluarga pedagang di kota Solo. Pada umur tujuh tahun, Yap Tjwan Bing tinggal bersama keluarga Belanda yang bernama Kilian untuk belajar bahasa Belanda, dan sekolah di HCS Kristen Gemblekan, Solo. Pada umur delapan tahun, keluarga Yap pindah ke Madiun. Di kota ini, Yap Tjwan Bing bersekolah di sekolah swasta KOOT yang kurang baik mutunya bila dibanding dengan sekolah swasta lainnya. Dua tahun kemudian, Yap Tjwan Bing bersekolah di MULO. Setelah lulus dari MULO, Yap Tjwan Bing hendak meneruskan sekolah ke HBS, tetapi tidak bisa karena Yap Tjwan Bing bukan berasal dari golongan ambtenaar dengan pangkat mayor atau kapitan Tionghoa. Penolakan ini membuka mata Yap Tjwan Bing tentang diskriminasi sosial. Yap Tjwan Bing lantas meneruskan sekolahnya di AMS di Malang. Selama bersekolah di AMS, Yap Tjwan Bing menjadi anggota perhimpunan sepak bola Hak Sing Hwee. 

Dari Madiun, keluarga Yap pindah ke Garut. Yap Tjwan Bing pun pindah sekolah ke AMS Kristen di Jakarta. Yap Tjwan Bing tinggal di asrama Kristen di Jalan Kramat Raya. Di tempat ini, Yap Tjwan Bing berkenalan dengan Amir Sjarifuddin yang pada masa itu sedang berkuliah di Sekolah Tinggi Hukum, Jakarta.

Sejak berumur 18 tahun, Yap Tjwan Bing sudah menaruh simpati pada perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta. Walau demikian, Yap Tjwan Bing menyadari bahwa dia tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang politik karena kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang melarang beredarnya buku-buku politik dan buku-buku yang berisi perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia. Hal ini lalu mendorong dirinya untuk berkuliah di Negeri Belanda dengan harapan dapat membaca banyak buku politik. 

Keinginan tersebut pun terwujud. Setelah lulus dari AMS, Yap Tjwan Bing meneruskan kuliah ke Fakultas Farmasi Universitas Kotapraja Amsterdam. Selama di negeri Belanda, Yap Tjwan Bing berusaha membaca buku-buku politik sebanyak mungkin. Di samping itu, Yap Tjwan Bing juga ikut dalam persidangan para mahasiswa Indonesia yang tengah berusaha untuk memperjuangkan kemerdekaan. Yap Tjwan Bing pun menceburkan dirinya ke dalam arena politik di bawah bimbingan Mr. Sartono, salah satu tokoh penting dalam Partai Nasional Indonesia (PNI). Melalui Mr. Sartono, Yap Tjwan Bing mulai mengenal politik praktis sekaligus dikenalkan dengan Soekarno-Hatta. 

Yap Tjwan Bing menyelesaikan studinya dalam waktu enam setengah tahun saja. Biasanya untuk menyelesaikan studi ini diperlukan tujuh sampai sembilan tahun. Salah satu pendorong Yap Tjwan Bing untuk cepat-cepat menyelesaikan studinya adalah rasa rindu pada istrinya. Yap Tjwan Bing menikah di catatan sipil di Madiun pada tahun 1932, sesaat sebelum terbang ke negeri Belanda. Dari pernikahannya ini, Yap Tjwan Bing dikaruniai dua orang anak yaitu Dewi Yap Gwat Lee dan Yap Siong Hoei.  Kembali ke tanah air, Yap Tjwan Bing bersama istri menuju Bandung. Di kota ini, Yap Tjwan Bing bekerja di Apotek Suniaraja di jalan Pasar Baru. Setelah bekerja tiga bulan, Yap Tjwan Bing membeli saham apotek tersebut dan diangkat menjadi direktur.

Pada masa persiapan kemerdekaan, Yap Tjwan Bing menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk 7 Agustus 1945 sebagai lanjutan dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). PPKI diketuai oleh Soekarno dan Hatta. Keanggotaan PPKI terdiri dari wakil-wakil seluruh kelompok masyarakat yang ada di tanah air. Yap Tjwan Bing mewakili kelompok Tionghoa. Selain Yap Tjwan Bing, anggota PPKI antara lain Dokter Soepomo, Radjiman Widyodiningrat, R.P. Soeroso, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Kiai Wachid Hasjim, Kiai Bagoes Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Abdoel Kadir, Pangeran Soerjohamidjojo, Pangeran Poeroebojo, Johannes Latuharhary, Dokter Muhammad Amir, A.A. Hamidan, Dr GSSJ Ratulangi, Andipangeran, I Goesti Ketoet Poedja, Wiranatakoesoema, dan Moch. Hassan.

PPKI semula dijadwalkan akan mengadakan sidang di Jakarta pada 16 Agustus 1945 dengan agenda mendengarkan laporan hasil pertemuan antara Soekarno, Hatta dan Radjiman Widyoningrat dengan Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam). Sidang tersebut juga dimaksudkan untuk menetapkan langkah-langkah persiapan lebih lanjut menjelang kemerdekaan Indonesia. Namun, dikarenakan perubahan politik yang begitu cepat setelah Amerika menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, yang disusul dengan menyerahnya Jepang pada 15 Agustus, maka rencana sidang PPKI seperti yang dijadwalkan tidak dapat terlaksana. 

Setelah Jepang menyerah tanpa syarat. Soekarno dan Hatta yang didorong oleh kelompok pemuda, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pukul 10 pagi di Jakarta. Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945, pukul 11.00, PPKI bersidang di Gedung Pejambon yang dulunya merupakan gedung Volksraad. Acara pokok sidang PPKI adalah mengesahkan UUD 1945, memilih presiden dan wakil presiden dan menetapkan untuk sementara waktu bahwa presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). 

Pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI kembali bersidang dengan agenda menetapkan tentang pemerintah daerah Republik Indonesia dan menetapkan Kementerian Negara. Tiga hari kemudian, pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI bersidang kembali dengan agenda menetapkan Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rakyat. 

Setelah PPKI dibubarkan, Yap Tjwan Bing bersama Siauw Giok Tjhan diangkat oleh KNIP di Yogyakarta untuk menjadi anggora DPR RIS (Republik Indonesia Serikat) di Jakarta yang mewakili golongan masyarakat Tionghoa. RIS kemudian bubar, dan DPR RIS pun berubah menjadi DPR Republik Indonesia Kesatuan pada 17 Agustus 1950. Selain menjabat sebagai anggota DPR RI, Yap Tjwan Bing juga merupakan anggota dewan pimpinan Partai Nasional Indonesia (PNI). 

Pada 1966, Yap Tjwan Bing bersama istri dan anaknya pindah ke Amerika Serikat untuk mengobati anaknya Yap Siong Hoei yang menderita polio. Yap Tjwan Bing meninggal dunia pada 1988 menyusul Istrinya yang terlebih dahulu meninggal pada 1983. Yap Tjwan Bing dimakamkan di Rose Hill.

Sebelum meninggal, ada beberapa pesan dari Yap Tjwan Bing kepada generasi muda Indonesia yang masih sangat relevan sampai saat ini. Pesan-pesan tersebut termuat dalam buku Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya, yaitu:

Perbanyak bergaul! Yap Tjwan Bing berpendapat bahwa pendidikan formal bagi pemuda-pemudi baik pribumi maupun nonpribumi dapat diselenggarakan oleh pemerintah secara bersama-sama. Sekolah merupakan wadah tempat berkumpul dan bergaul dengan leluasa sebagai satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Pergaulan yang dimulai oleh mereka sejak muda dapat menjalin suatu persahabatan yang erat selama hidup. 

Kerjasama antar agama di Indonesia perlu dibina demi menjaga stabilitas kehidupan negara dan bangsa sehingga pada suatu saat Indonesia akan menjadi negara yang kuat, adil dan makmur.  

Banyak baca! Kehausan anak-anak Jepang untuk membaca buku sebanyak mungkin mendorong mereka untuk menjadi tenaga ahli yang berkemampuan internasional di bidang perindustrian dan perekonomian. Pemerintah Indonesia perlu menganjurkan dan mendorong pemuda-pemudinya untuk memenuhi perpustakaan yang ada di tanah air. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan jawaban tepat terhadap tantangan masa depan. 

Hindari konflik rasial! Pemuda baik pribumi maupun nonpribumi adalah sama-sama anggota suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Kita semua merupakan warga dari suatu negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pemuda harus mampu bergaul dengan sesama warga negara bangsa tanpa memandang perbedaan berdasarkan apa pun. 

Atas semua kiprah, sumbangsih dan gagasannya terhadap kebangsaan, maka Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) bersama dengan Himpunan Fuqing Surakarta, Himpunan Persaudaraan Hakka Surakarta, Perkumpulan Hoo Hap Solo, serta Majelis Agama Khong Hu Tju (Makin) Solo, sebagaimana yang ditulis oleh Tempo, mengusulkan agar sebagian ruas jalan RE Martadinata diubah menjadi Jl Yap Tjwan Bing. Alasannya karena meski banyak terlibat dalam pergerakan nasional, Yap Tjwan Bing jarang disebut dalam buku sejarah Indonesia. Padahal Yap Tjwan Bing adalah satu-satunya warga keturunan Tionghoa yang menjadi anggota PPKI.

Pengesahan nama jalan Yap Tjan Bing dilakukan melalui Peraturan Walikota Solo. Hanya saja ruas jalan yang diberi nama Yap Tjwan Bing bukan sebagian dari Jalan RE Martadinata di daerah Pasar Gede dekat kawasan Pecinan seperti yang diusulkan PMS, melainkan berada di Kampung Jagalan, Jebres dan agak jauh dari kawasan Pecinan. Meski tidak berada di kawasan Pecinan dan bukan merupakan jalan utama. Namun nama Jalan Yap Tjwan Bing, menjadi salah satu nama jalan yang menggunakan nama orang keturunan Tionghoa di Indonesia. (Tempo menyebut Jalan Yap Tjwan Bing satu-satunya nama jalan yang menggunakan nama orang keturunan Tionghoa di Indonesia. Sepengetahuanku, ada nama jalan Tony Wen di Pangkal Pinang, Bangka Belitung)

Sebagai penutup, berikut testimoni dari FX Hadi Rudyatmo, walikota Solo saat perayaan Imlek di Kota Solo tahun 2017,

"Yap Tjwan Bing menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia, khususnya Kota Solo. Satu-satunya keturunan Tionghoa dari Solo yang masuk dalam PPKI. Masa itu sangat penting dalam menentukan kemerdekaan Indonesia. Untuk itu, nama beliau kita abadikan menjadi nama jalan di kampung Jagalan, (Tahun) lahir saya jauh dari masa beliau, namun keteladanan tentang nasionalisme dan sikap toleransi beliau masih sangat kontekstual pada masa kini. Perjuangan untuk bangsa dan negara tanpa melihat perbedaan sudah beliau lakukan dan membuahkan hasil yang bermanfaat bagi seluruh bangsa, kemerdekaan Indonesia," kata FX Hadi Rudyatmo, seperti yang dikutip dari kompas.com

Kamu tahu tentang Yap Tjwan Bing? atau tahu juga ada nama jalan lain yang menggunakan nama orang Tionghoa? Share di kolom komentar yaa! 

Sumber:
Yap Tjwan Bing Meretas Jalan Kemerdekaan: Otobiografi Seorang Pejuang Kemerdekaan
Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya
Nama Warga Tionghoa Jadi Nama Jalan di Solo
Yap Tjwan Bing, Apoteker yang Ikut Menyiapkan Kemerdekaan RI 
Mengenang Yap Tjwan Bing, Tokoh Nasional asal Solo 
Drs Yap Tjwan Bing (1910-1988)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eddie Lembong, Penggagas Penyerbukan Silang Budaya Meninggal Dunia

Sejarah Pedasnya Cabai di Indonesia

Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan