Digital PR, apa dan bagaimana?

PR Indonesia meet up yang ke-6
Jumat lalu, aku menghadiri PR Indonesia meet up yang ke-6, di Hall Serikat Perusahaan Pers (SPS), Gedung Dewan Pers lantai 6, Jakpus. Tema kali ini adalah Digital PR dan Social Media Campaign. Ada 3 pembicara yang hadir, yaitu Dimas Novriandi, PR Bank Tabungan Pesiunan Nasional (BTPN), Djayawarman Alamprabu, Tenaga Humas Permerintah Kementerian Pertanian dan Marianne Admardatine, Managing Director Ogilvy PR.

Digital PR dan Social Media Campaign menurutku adalah tema yang sangat menarik dan relevan dengan kehidupan sekarang yang sudah serba digital. Berita positif maupun negatif dapat dengan begitu mudah menyebar dan menjadi viral, yang sudah tentu akan mempengaruhi reputasi dan citra. Mau tidak mau, praktisi PR pun harus mengubah cara kerjanya mengikuti era digital ini. 

Sebenarnya apa sih Digital PR itu?

Marianne Admardatine mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang namanya digital PR. Digital hanya tools yang digunakan untuk mendukung kerja PR secara keseluruhan. Marianne menegaskan bahwa di Ogilvy, kegiatan PR dikerjakan dengan 360. Tidak ada istilah hanya digital. Kesemuanya harus all in. Kesemuanya harus sinergis, baik itu PR, marcomm, CSR, Corcomm, dll. 

Tantangan terbesar PR hari ini, bagi Marianne adalah saat dunia sudah tidak lagi konvensional, materi ajar tentang PR di kampus-kampus masih konvensional. 

Senada dengan Marianne, Dimas Novriandi juga mengatakan bahwa tidak ada yang namanya Digital PR, karena PR mencakup semuanya. Dimas berbagi ceritanya tentang program Jenius, sebuah aplikasi digital banking yang memungkinkan nasabah membuka akun dan mengelola rekening dari smartphone. Saat BTPN meluncurkan Jenius, BTPN tidak hanya mengundang wartawan tetapi juga blogger. Blogger diajak untuk menggunakan Jenius dan menulis reviewnya ke dalam blog. Bagi Dimas, Blogger juga memiliki dampak besar.

Pembicara ketiga, Djayawarman Alamprabu menceritakan pengalamannya di Kementerian Pertanian dalam menghadapi isu pangan yang defisit jelang puasa dan lebaran. Untuk menghadapi isu tersebut, Kementerian Pertanian menggunakan semua channel media sosial yang ada untuk menyebarkan data dan fakta yang sebenarnya, bahwa jumlah pangan masih aman. 

Tantangan terbesar menjadi Goverment Public Relations, adalah membangun kultur komunikasi di Aparatur Sipil Negara (ASN). Djayawarman mencontohkan, ada 4,5 juta ASN di Indonesia. Bila tiap hari, secara bersama-sama mencuit, tentu pemerintah dapat membuat trending topic setiap hari. Hal lainnya adalah, ada banyak ASN yang melalukan perjalanan dinas ke daerah-daerah, tapi tidak membawa cerita ketika kembali. Padahal cerita-cerita tersebut penting untuk didistribusikan agar kerja nyata pemerintah itu terlihat. 

Bagiku, memang sudah tidak bisa lagi, PR menafikan digital sebagai salah satu media komunikasinya. Bahkan, PR sudah seharusnya menjalankan online reputation management seserius dan sepenting program PR lainnya. 

Kamu punya pendapat tentang Digital PR? Share di kolom komentar yaa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eddie Lembong, Penggagas Penyerbukan Silang Budaya Meninggal Dunia

Sejarah Pedasnya Cabai di Indonesia

Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan