Narasi Jugun Ianfu dalam Pameran Kitab Visual Ianfu

Salah satu karya dalam Pameran Kitab Visual IANFU
14 Agustus diperingati sebagai  hari internasional untuk jugun ianfu. Peringatan ini diadakan di seluruh dunia untuk mengenang para korban perbudakan seksual tentara Jepang selama perang dunia II. Penetapan 14 Agustus sebagai hari jugun ianfu internasional merupakan hasil kesepakatan Asian Solidarity Conference yang ke-11 di Taiwan tahun 2012. 

Di Indonesia, untuk mengenang jugun ianfu, Komite Ianfu Indonesia dan Cemara 6 Galeri & Museum mengagas pameran kitab visual IANFU. Pameran ini menampilan 12 karya perempuan perupa lintas generasi dan lintas disiplin, diantaranya terdapat karya instalasi, lukisan, ilustrasi dan mixmedia. Walau dieksekusi secara individual, semua gagasan visual dibicarakan dalam konteks resonansi yang memberi tenaga ekspresi sebagai karya bersama. Pameran kitab visual IANFU dibuka 9 Agustus dan akan berlangsung sampai 23 Agustus 2016, di Cemara 6 Galeri & Museum, Jalan Hos Cokroaminoto, No 9-11, Jakarta Pusat. 

Dolorosa Sinaga, kurator pameran ini mengatakan bahwa partisipasi Indonesia penting dalam gerakan solidaritas global, karena telah ditemukan jumlah korban lebih dari seribu orang. Dolorosa mendukung gerakan ini, untuk mendorong kepedulian para pemangku pendidikan untuk tidak melupakan sejarah ianfu sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Generasi penerus harus diberi ruang untuk memahami terjadinya peristiwa ini dalam konteks peradaban manusia-budaya, militer, perang agar di masa depan, tidak ada lagi perempuan yang mengalami perbudakan seksual.

Azriana, ketua Komnas Perempuan yang membuka pameran ini mengatakan bahwa Komnas Perempuan mengapresiasi inisiatif untuk merawat ingatan. Eyang-eyang penyintas ianfu mengingatkan kita tentang rentannya posisi perempuan dalam konflik, yang sayangnya terus berulang di Tragedi 1965, Tragedi Mei 1998, konflik di Poso, Aceh, Papua, dan konflik-konflik lainnya. 

"Kita semua harus bekerja keras untuk menghentikan perbudakan seksual" tegas Azriana. 

 
Menerbangkan kupu-kupu kuning, simbol pembukaan pameran kitab visual IANFU 


Bagiku, pameran ini luar biasa. Aku datang saat pembukaan pameran. Karya-karya yang ditampilkan begitu kuat memunculkan makna. Aku sarankan kamu semua untuk bisa meluangkan waktu, datang ke Cemara 6 Galeri & Museum. Rawat ingatan, cegah keberulangan tragedi di masa depan.

Tentang jugun ianfu

Jugun ianfu adalah istilah Jepang untuk perempuan penghibur (bahasa Inggris: comfort women). Jugun ianfu merujuk pada perempuan yang dipaksa menjadi budak seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia, dan negara-negara jajahan Jepang. Jugun ianfu ditempatkan di ianjo (bahasa Jepang, ian:perempuan, jo:tempat atau rumah). Perempuan dalam ianjo hidup dalam situasi perbudakan seksual. Diperkirakan ada lebih dari seribu perempuan di Indonesia yang dijadikan ianfu. Mereka tersebar dalam lebih dari 40 ianjo, terutama berada di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.

Rekrutmen ianfu dilakukan dengan melibatkan aparat desa. Perekrutan dilakukan dengan cara memaksa dengan kekerasan fisik, kekerasan psikologis maupun tipu daya dan iming-iming akan diberikan pekerjaan dan disekolahkan. Rata-rata usia jugun ianfu berkisar 14-25 tahun. Beberapa kasus ditemukan usia perempuan yang direkrut 13 tahun, bahkan 9 tahun, yang tentu saja belum mengalami menstruasi saat perkosaan terjadi. 

2 tahun lalu, aku pernah bertemu dengan penyintas ianfu termuda. Namanya Sri Soekanti. Ia menjadi ianfu saat berusia 9 tahun. Ia diculik dari rumahnya, kemudian dijadikan budak seksual tentara Jepang.

Selain Indonesia, para perempuan korban perbudakan seksual ini berasal dari Jepang, Korea, Tiongkok, Taiwan, Filipina, dan Belanda. Jumlah pastinya tidak diketahui, tapi diperkirakan lebih dari 200.000 perempuan dijadikan ianfu oleh tentara Jepang. 

Ketika Jepang kalah dalam perang dunia II, para ianfu ditelantarkan begitu saja. Banyak ianfu yang tidak dapat pulang ke rumah oleh karena mereka tidak punya uang, tidak tahu jalan pulang, dan ada pula yang malu untuk pulang. Bagi yang pulang, mereka tiba dalam kondisi kesehatan fisik cacat permanen, dan kerusakan organ reproduksi sehingga tidak bisa mengandung dan melahirkan. 

Desakan yang kuat terhadap pemerintah Jepang untuk bertanggung jawab kepada para Ianfu menuai hasil di awal 1990-an. Pemerintah Jepang melalui Perdana Menteri, Ryutaro Hashimoto menyatakan permintaan maaf secara terbuka. Pada 21 Maret 1997, Perdana Menteri Hashimoto mengirimkan surat permintaan maaf kepada bangsa Indonesia melalui Presiden Soeharto. Menanggapi surat ini, presiden memerintahkan kepada Menteri Sosial agar tidak membesar-besarkan penyelesaian jugun ianfu. Dengan arahan dari Presiden Soeharto, pemerintah Indonesia membuat kesepakatan dengan pemerintah Jepang untuk menggunakan dana kompensasi yang tersedia bagi jugun ianfu untuk membiayai penyelenggaraan panti jompo. Layanan panti ini tidak terbatas pada perempuan korban jugun ianfu, melainkan juga anggota masyarakat lainnya yang sudah sepuh. 

Sikap pemerintah Indonesia menuai kritik dari komunitas korban karena menyebabkan isu jugun ianfu tidak menjadi pengetahuan bersama masyarakat indonesia. Penggunaan dana yang tersedia juga tidak tepat sasaran. Diduga, sikap pemeritah didorong oleh kepentingan investasi jepang yang merupakan salah satu investor utama dalam pembangunan Indonesia. 

Hingga hari ini, narasi jugun ianfu masih sering diabaikan. Buku-buku sejarah kita, lebih sering menulis tentang romusha untuk menggambarkan kebrutalan tentara Jepang saat menjajah Indonesia, 1942-1945. Aku berani bertaruh, tidak banyak dari kamu yang pernah mendengar istilah jugun ianfu, walaupun ia adalah bagian integral dari kesejarahan Indonesia dan dunia.

Apa yang kamu tahu dari jugun ianfu? Share di kolom komentar di bawah ini yaa!

Sumber:
Jurnal Perempuan, Wikipedia, Buku Kita Bersikap, terbitan Komnas Perempuan tahun 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan

Eddie Lembong, Penggagas Penyerbukan Silang Budaya Meninggal Dunia

Iklan yang Tidak Seharusnya Diiklankan