Inspiratif: Belajar Dedikasi dari Audrey Progastama Petriny

Audrey Progastama Petriny di Majalah PR Indonesia, edisi Juli 2015
Ceritanya aku berlangganan Majalah PR Indonesia. Majalah ini mengupas tentang seluk-beluk dunia Public Relations, baik dari sisi government, corporate maupun consultant. Majalah ini juga sering kali membahas case study dan memunculkan sosok inspiratif di dunia PR. Nah, Majalah PR edisi 5, bulan Juli 2015, menampilkan sosok Audrey Progastama Petriny, Head of Corporate Secretary and Communications PT Indonesia Air Asia. 

Cerita tentang kak Audrey yang menangani krisis Air Asia pasca musibah jatuhnya pesawat QZ 8501, sangat inspiratif, sampai-sampai aku tidak tahan untuk tidak membagikan ceritanya di sini agar jadi pembelajaran bagi kita semua. Walau demikian, aku hanya akan mencuplik bagian-bagian tertentu. Versi lengkapnya, dapat dilihat di Majalah PR Indonesia yaa! Mari langganan!

Musibah jatuhnya pesawat Air Asia QZ 8501, di penghujung 2014 membawa cerita tersendiri bagi Kak Audrey, yang saat itu tengah cuti melahirkan. Kak Audrey rela meninggalkan bayinya yang baru berumur satu bulan untuk fokus menangani krisis komunikasi di perusahaannya. Mengelola krisis komunikasi yang demikian besar, tentu saja bukan perkara mudah!

Begitu mendengar pesawat QZ 8501 jatuh, Kak Audrey langsung membawa anaknya ke rumah orang tua. Ia langsung pamit dan minta maaf pada suaminya, karena ia tahu akan sibuk sekali.

"Tolong dijaga bayi kita", katanya pada suami. 

Setelah didrop di rumah orang tua, Kak Audrey langsung ke kantor. Hal pertama yang ia lakukan adalah mempersiapkan press release kedua, karena press release pertama telah keluar. Media Call Centre juga langsung diaktifkan. 

Kak Audrey mengaku beruntung punya keluarga yang sportif. Ketika peristiwa terjadi, suaminya menenangkan. 

"Kamu jangan khawatir, saya dan anak kita akan baik-baik saja", ujar suaminya. Ah, ini sungguh sangat manis dan mengharukan!

Peran keluarga apalagi suami yang mengerti seperti itu sangat penting. Mungkin bila tidak ada dukungan keluarga, Kak Audrey akan berpikir dua kali untuk ada di Surabaya menangani krisis saat itu, karena bagaimana pun juga kalau mau lepas tangan, bisa saja, karena memang sedang cuti melahirkan, tapi ini tidak bagus. 

Pesawat jatuh merupakan krisis terbesar di dunia penerbangan, the ultimate crisis, jadi peran head of communications sangat dibutuhkan, walau harus bolak-balik Jakarta-Surabaya, Kak Audrey berhasil menjalankan tugasnya dengan luar biasa. 

Kak Audrey membuktikan bahwa perempuan dapat sukses di wilayah publik maupun domestik secara bersamaan, asal didukung oleh keluarga, terutama suami yang mau berbagi peran. Tentang berbagi peran, ini tentu sangat penting, karena yang namanya rumah tangga, itu ya berdua, suami dan istri. Bila istri sedang bekerja di wilayah publik, suami tidak perlu malu untuk mengerjakan tugas domestik. 

Yang namanya memasak, menyapu, mencuci, menjaga anak adalah tanggung jawab bersama, suami harus mau juga mengerjakan itu dan tidak perlu merasa malu. 

Pertama kali membaca cerita Kak Audrey, aku langsung merinding, membayangkan bagaimana pengorbanan yang begitu besar demi pekerjaan. Ini merupakan wujud dedikasi yang begitu luar biasa, dan tak ternilai harganya! Benarlah kata senior selama ini, PR adalah pekerjaan 24 jam, 7 hari seminggu, tidak ada istilah nunggu senin, krisis harus secepat mungkin dinetralisir. Kalau perlu, antisipasi sebelum krisis datang!

Semoga suatu saat nanti, bisa ketemu sama Kak Audrey, ngeteh bareng di sore hari, berbagai cerita sambil menunggu panggilan masuk pesawat Air Asia ke Manado! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eddie Lembong, Penggagas Penyerbukan Silang Budaya Meninggal Dunia

Sejarah Pedasnya Cabai di Indonesia

Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan