Sabtu Seru Diskusi Hubungan Seks

Diskusi Urban Women
Sabtu dan mendung tidak menjadi penghalang bagiku untuk mengikuti diskusi tentang hubungan seksual dalam relasi yang diadakan oleh komunitas Urban Women. Diskusi ini diselenggarakan di Nutrifood Inspiring Centre, Apartement Menteng Square, Matraman. Diskusinya berjalan seru. Ada dua narasumber yang hadir, N. Bimantoro Elifas, seorang psikolog dan dr. Endi Novianto, SpKK, FINSDV, dokter spesialis kulit dan kelamin sekaligus pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 

Dokter Endi memulai presentasinya dengan memaparkan ragam penyakit kelamin, mulai dari raja singa sampai herpes. Di Indonesia, penyakit kelamin dianggap sebagai aib, sehingga jarang ada yang memeriksakannya ke dokter. Informasi tentang penyakit kelamin, kebanyakan bersumber dari google, yang sebenarnya belum tentu keakurasiannya. Dalam diskusi ini, aku sampaikan bahwa banyak sekali dokter yang dalam menjalankan tugasnya, justru menghakimi latar belakang pasien. Penghakiman macam ini yang membuat pasien makin enggan untuk memeriksakan penyakitnya ke dokter. Dokter Endi mengamini bahwa masih banyak dokter yang menghakimi pasien padahal itu jelas tidak boleh. Dokter Endi yang juga merupakan pengajar di FK UI pun berusaha untuk mendidik mahasiswanya untuk tidak menghakimi pasien. Hal senada juga disampaikan oleh Bimantoro, yang menyampaikan bahwa seorang psikolog dalam menjalankan pekerjannya harus menyimpan dulu semua atribusi dan nilai-nilai yang ia miliki.

Dokter Endi menambahkan baiknya sebelum menikah, calon pengantin memeriksakan terlebih dahulu kondisi kesehatannya termasuk kesehatan kelaminnya. Ini penting sekali untuk mencegah penyebaran infeksi menular seksual lebih jauh lagi. Walau ini penting, jarang sekali ada yang mau melakukan ini. Sering kali, salah satu pasangan menolak untuk melakukan pemeriksaan ini dengan alasan yang macam-macam. Namun, kita tidak perlu khawatir, sebenarnya ada cara gampang, yakni ajak pasangan untuk rajin berdonor darah. Bila donor darahnya diterima, berarti tidak ada masalah kesehatan didirinya. 

Bagiku, hubungan seksual dalam relasi apa pun, harus didasarkan pada kesepakatan (konsensual). Konsensual berarti kedua pihak sudah sama-sama mengerti resiko yang akan terjadi, tidak dalam keadaan terancam, dan tidak ada iming-iming atau manipulasi dari salah satu pasangan. Hal ini juga berlaku pada relasi pernikahan. Bukan berarti bila sudah menikah, hubungan seksual bisa terjadi kapan saja. Bila ada salah satu pasangan yang menolak, kemudian dipaksa, ini namanya perkosaan dalam pernikahan (marital rape). Dari perlindungan hukum, perkosaan dalam pernikahan diatur dalam Undang-Undang Penghapusan KDRT, no 23 tahun 2004.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eddie Lembong, Penggagas Penyerbukan Silang Budaya Meninggal Dunia

Sejarah Pedasnya Cabai di Indonesia

Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan