Menjadi Government Public Relations yang Handal
Presentasi di The Government Public Relations Workshop |
Halo kamu-kamu semua!
Kali ini aku akan berbagi cerita pengalamanku saat mengikuti pelatihan Government Public Relations di Yogyakarta, akhir bulan lalu! Semoga cerita ini bisa jadi pembelajaran dan motivasi buat kita semua yang tertarik menjadi seorang Government Public Relations.
Ceritanya kantorku mendapat undangan pelatihan Government Public Relations yang diadakan oleh Majalah PR Indonesia dan Serikat Perusahaan Pers, tanggal 26-27 Oktober 2015 di Hotel Grand Zuri, Yogyakarta. Aku kemudian yang ditunjuk untuk mengikuti pelatihan ini. Pelatihan ini sendiri diikuti oleh kira-kira 25 peserta dari berbagai kementerian dan lembaga negara, juga perusahaan swasta. Pesertanya asik-asik, ada yang dari BMKG, Badan POM, Bina Gizi Depkes, Litbang Depkes, Kemenko maritim, BIN, RS Siloam, Pertamina, Semen Indonesia, Semen Gresik dan Bank Jateng.
Aku tiba di Yogyakarta minggu sore, dengan pesawat Garuda Indonesia. Kota Yogyakarta ini konon katanya berhati mantan, selalu ada kenangan di tiap sudut kotanya, sampai-sampai Katon Bagaskara menembangkan sebuah lagu khusus untuk kota Yogyakarta. Hanya butuh 50 menit, untuk tiba di Bandara Adi Sutjipto dari Bandara Soekarno Hatta. Aku lalu memesan taksi dan langsung menuju Hotel Grand Zuri, tempat acara akan dilangsungkan. Hotel Grand Zuri cukup nyaman dan berada dalam lokasi yang sangat strategis, hanya tinggal beberapa langkah dari kawasan Malioboro.
Hari mulai gelap dan perut terasa lapar. Kota Yogyakarta tentunya identik dengan Gudeg dan Angkringannya, tapi aku ingin merasakan cita rasa yang lain. Setelah browsing sebentar, aku melangkahkan kaki ke Rumah Makan Lie Djiong di Jalan Brigjen Katamso, sekitar 30 menit berjalan kaki dari Hotel. RM Lie Djiong merupakan rumah makan sederhana yang menyajikan kuliner peranakan Tionghoa. Resep-resep otentik ini dipadupadankan dengan cita rasa lokal sehingga membuat keunikan tersendiri. RM Lie Djiong selalu ramai pengunjung. Aku memesan burung dara masak kecap, babi tauco, sup kepiting dan es saparela. Kesemuanya enak!
Esok harinya, aku sangat bersemangat dan tidak sabar untuk mengikuti pelatihan. Ada 2 materi yang akan dipelajari di hari pertama ini. Yang pertama, kiat menulis kreatif berita ringkas dan siaran pers oleh Bapak Teguh Poeradisastra, dan yang kedua, menulis advertorial oleh Mas Asmono Wikan.
Pak Teguh menyampaikan materinya |
Materi pertama tentang menulis berita ringkas dan siaran pers merupakan materi dasar yang harus dikuasai oleh semua PR. Pak Teguh ini punya latar belakang sebagai jurnalis, konsultan PR dan juga sebagai dosen. Pak Teguh pun menerangkan dengan detail bagaimana menulis dengan baik. Pak Teguh mengutip pendapatnya Lindays Camp,
The 3Rs of Good Persuasive Writing: Remember the Reader dan the Result
Kunci dalam setiap penulisan adalah kita tahu dengan jelas siapa pembaca kita dan untuk apa kita menulis. Selama 2 hal ini jelas, maka niscaya tulisan kita akan sampai pesannya.
Yang menarik dari sesi pertama ini adalah, ada salah seorang peserta yang mengatakan bahwa ia ingin sekali menulis dengan ideal. Ia tau caranya, hanya saja terkadang pimpinan institusi tidak menyetujuinya. Hal ini pun diamini oleh peserta lainnya. Mereka ingin memberi sentuhan kreatif dan pop agar tulisan mereka, baik itu di majalah internal atau pun siaran pers lebih mudah diterima oleh khalayak. Akan tetapi, lagi-lagi, mereka terganjal struktural.
Pak Teguh pun menyarankan agar mereka meminjam pendapat konsultan atau ahli dalam membujuk atasan mereka. Memang harus diakui, kadang-kadang atasan lebih percaya pada konsultan atau ahli dari pada bawahan sendiri yang bisa saja sebenarnya juga sudah ahli.
Kelompok 2 |
Materi kedua tentang bagaimana menulis advertorial, dibawakan oleh Mas Asmono Wikan yang merupakan pimpinan redaksi dari Majalah PR Indonesia. Bagi yang belum tau, Advertorial adalah iklan yang dikemas seperti berita. Advertorial terdiri dari dua kata Advertising dan Editorial. Advertorial dikelola oleh tim iklan bukan tim redaksi. Advertorial pasti dimuat di media dengan lengkap, secara karena berbayar. Advertorial mampu dengan cepat membangun citra. Namun, di sisi lain, advertorial membuat seorang PR menjadi manja dan tidak kreatif. Mas Asmono mengingatkan bahwa Advertorial merupakan senjata terakhir seorang PR. Praktisi PR harus terlebih dahulu menggunakan teknik-teknik yang lain sebelum advertorial.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penulisan advertorial adalah penempatan advertorial di media. Media yang dipilih harus sesuai dengan target pesan yang dituju. Mas Asmono mencontohkan, di Sumatera Utara, ada 3 koran yang masing-masing memiliki segmen tersendiri. Ada Analisa yang dibaca oleh kelompok Tionghoa. Ada Waspada yang dibaca oleh kelompok Islam Nasionalis dan Suara Indonesia Pembaruan (SIP) yang dibaca oleh kelompok Kristen.
Kerja kelompok |
Kami dibagi kedalam beberapa kelompok. Aku masuk ke kelompok 2. Ada 4 orang dalam kelompok ini. Aku senang dengan kelompok ini karena kami muda! Tiap-tiap kelompok diminta untuk menulis sebuah advertorial dari siaran pers yang telah disediakan, lalu dipresentasikan dan dikoreksi bersama-sama.
kebersamaan di restoran Adem Ayem |
Selesai pelatihan hari pertama, kami semua dibawa ke restoran Adem Ayem untuk menikmati makan malam dan rehat. Momen-momen informal seperti ini tentu saja dimanfaatkan betul oleh kami semua untuk menjalin silaturahim lebih dalam. Malam hari, aku tidak ke mana-mana, hanya berisirahat untuk bersiap pelatihan hari kedua.
Esok harinya, materi yang disampaikan adalah tentang membuat pesan kunci dan manajemen isu yang dibawakan oleh Mas Silih Agung Wasesa. Ada juga 2 sharing session dari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Ibu Neneng, dan Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk, Kak Febriati Nadira.
Mas Silih menyampaikan materinya |
Materi yang dibawakan oleh Mas Silih ini agak rumit karena banyak istilah yang baru aku dengar. Untungnya Mas Silih banyak membawakan contoh-contoh riil sehingga memudahkan peserta untuk memahami. Ada satu istilah yang menarik, Outtake. Outtake ini ada di antara Output dan Outcome. Ini biasanya dipakai oleh teman-teman program dalam mengukur efektifitas kerja. Istilah Outtake merujuk pada pengukuran impresi sebuah berita. Misalnya program Media Relations, bentuk kegiatan adalah press conference, outputnya adalah pemberitaan di media (media coverage), maka outtakenya adalah berapa banyak pembaca yang membaca artikel di media tersebut dan bagaimana tanggapan mereka. Biasanya seorang PR hanya berhenti dan sudah berpuas diri apabila institusinya mendapatkan pemberitaan. Masih jarang ada yang mengukur tingkat impresi pembaca media tersebut.
Lanjut ke manajemen isu dan krisis. Menurut mas Silih, setiap institusi harus memiliki Standart Operating Prosedures (SOP) dalam menghadapi isu dan krisis, terlebih apabila institusi tersebut memang memiliki rekam jejak sering diterpa isu dan krisis. Ada 5 langkah yang secara umum dilakukan apabila ada isu dan krisis:
1. Tentukan terlebih dahulu apa yang terjadi sebenarnya, apakah itu masih isu atau sudah krisis. Isu dan Krisis tentu beda penanganannya.
2. Tentukan seperti apa seharusnya isu atau krisis tersebut
3. Sediakan kejelasan, klarifikasi dan respon institusi
4. Tonjolkan aspek positif dari institusi dan bangun opini masyarakat
5. Jalin silaturahim dengan pemangku kepentingan untuk membangun kredibiltas
Apabila institusi tidak sedang diterpa isu atau krisis, maka kerja-kerja PR tinggal membalikan urutan di atas.
Ibu Neneng Fatimah menyampaikan materinya |
Selanjutnya, adalah sharing session dari Ibu Neneng dari kementerian keuangan. Cerita Ibu Neneng sangat menarik karena begitu dekat dengan yang sehari-hari peserta pelatihan kerjakan. Ibu Neneng bercerita tentang ia dan tim PR kementerian keuangan yang berjumlah 168 orang selama lebih dari 20 tahun membangun citra pajak agar masyarakat Indonesia bayar pajak. Riset dilakukan, reformasi birokrasi pun dijalankan, iklan layanan masyarakat pun diluncurkan, dengan tagline yang ngepop, "Hari gini enggak bayar pajak, apa kata dunia?". Kesemuanya hancur begitu saja, saat Gayus Tambunan ditangkap KPK.
Adalah mimpi buruk bagi seorang PR pemerintah untuk memperbaiki citra institusi apabila ada seorang oknum yang ditangkap oleh KPK. Kementrian keuangan sudah merasakannya dan kini mereka sedang fokus kembali memperbaiki citra pajak yang rusak gara-gara Gayus.
![]() |
Kak Febriati Nadira menyampaikan materinya |
Lanjut lagi yaa, sekarang giliran sharing sessionnya Kak Febriati Nadira yang kece! Kak Febriati ini sudah berkecimpung di dunia PR selama 15 tahun, dan kini menjabat sebagai Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk. Menurut Kak Febriati, ada 3 pilar penting dari strategi komunikasi untuk menguatkan citra
perusahaan, yakni:
PR yang handal. Strategi
komunikasi yang baik tentu saja harus dipimpin oleh seorang PR yang handal dan
tangguh. PR yang handal harus proaktif dalam kerja-kerjanya. Ia tidak menunggu
datangnya krisis, tetapi mengantisipasi krisis dari jauh-jauh hari. PR yang
handal harus juga dilengkapi dengan data terbaru tentang apa yang dikerjakan
oleh perusahaan. Data yang lengkap ini, nantinya akan sangat berguna dalam
berhubungan dengan media. Terakhir, PR yang handal harus bisa menjadi rekan
bagi siapa saja, yang dapat dihubungi setiap saat, termasuk di akhir pekan dan
setelah jam kerja. Sebagai PR yang handal, Febriati Nadira membuka kontak
dirinya dengan dunia luar seluas-luasnya. Ia pun rutin menjalin silaturahim
dengan rekan media, dan blogger. Ia memposisikan dirinya lebih dari hubungan
profesional, tetapi hubungan pertemanan. Baginya, ini yang membuat teman-teman
media dan blogger setia untuk memberitakan citra perusahaan dengan positif.
Gerakan sosial. Strategi komunikasi yang baik
juga harus memikirkan dampaknya bagi lingkungan sekitar perusahaan. Citra yang
dibangun harus sejalan dengan manfaat nyata yang diterima oleh masyarakat
sekitar. Febriati mencontohkan hadirnya PT Adaro Energy di Tabalong, Kalsel
benar-benar dirasakan masyarakat di sana. Di Tabalong, listrik menyala 24 jam
dengan lancar. Bandingkan dengan di Balikpapan. Hubungan yang erat dengan
masyarakat sekitar akan bermanfaat bagi perusahaan suatu saat nanti saat
terjadi krisis.
Penggunaan teknologi media. Kehadiran media baru menjadi
tantangan tersendiri bagi perusahaan, dan PR perusahaan harus mampu menjawab
tantangan itu. Febriati menjelaskan PT Adaro hadir dalam setiap platform. PT
Adaro memiliki website, blog, facebook dan twitter. Di setiap platform, PT
Adaro menghadirkan konten dengan gaya yang berbeda-beda sesuai dengan platform
tersebut. Selain itu, PT Adaro juga senantiasa menjalin hubungan dengan
komunitas dunia maya, seperti blogger dan twitter aktivis. Hal ini merupakan
antisipasi dari PT Adaro saat menghadapai isu dan krisis di dunia maya. Media
sosial yang dimiliki oleh masing-masing pekerja di PT Adaro juga diarahkan
untuk membangun citra yang positif bagi perusahaan. PT Adaro juga memiliki SOP
tentang apa yang boleh dan tidak boleh diucapkan oleh pekerjanya di media
sosial.
diskusi dengan pemred Harian Kedaulatan Rakyat |
Sebelum pelatihan ditutup, para
peserta diajak untuk melakukan kunjungan ke media. Media yang dituju adalah
Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Harian ini lahir 27 September 1945, 40
hari setelah Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekannya. Aku tentu tidak
menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku sampaikan kritik tentang media yang sedikit
sekali memberitakan isu-isu perempuan. Aku juga mengingatkan harian
kedaulatan rakyat untuk mematuhi kode etik jurnalistik dalam memberitakan
korban kekerasan seksual, yang tidak boleh diungkap identitasnya. Aku juga menyayangkan sebagai harian terbesar di Yogyakarta, portal online
kedaulatan rakyat masih menjual berita yang bombastis, sensasional yang mengobjetifikasi
tubuh perempuan. Di portal online kedaulatan rakyat, ada kategori undercover
yang berisi berita esek-esek. Hufftttt.
Malam harinya, aku menyendiri dari rombongan peserta, aku pergi makan kepiting di Jogja Sae. Jogja Sae ini tepat berada antara Hotel Grand Zuri dan Stasiun Tugu. Aku memesan kepiting yang dimasak kuah nyemek. Harganya relatif murah, per onsnya dihargai 24 ribu rupiah. Kepiting yang aku pesan, kira-kira 8 ons. Konon, kepiting ini ditangkap di pantai selatan Yogyakarta. Ajib!
Esok harinya sebelum pulang ke
Jakarta, aku sempatkan untuk blusukan, cari oleh-oleh. Sungguh perjalanan yang
menyenangkan, mengikuti pelatihan ini. Salam hormat untuk semua panitia,
pemateri dan teman-teman peserta yang #bukanmaen!
Komentar
Posting Komentar