Bus Khusus Perempuan, Niatnya baik tapi ...
bus transjakarta, dokumentasi pribadi |
Tulisan ini sengaja aku tulis dan persembahkan kepada Bapak
Ahok, Gubernur DKI Jakarta yang enggak neko-neko, Bapak Andriyansyah, kepala
Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, kepada Bapak Steve Kosasih, CEO
PT Transjakarta, dan tentu saja kepada para pembaca blog ini, baik yang sengaja
mengikuti atau yang tidak sengaja kesasar ke blog ini.
Kepada bapak bertiga, pertama-tama, aku ingin memperkenalkan
diri, namaku Elwi Gito, sejak tahun 2009, tinggal di Jakarta untuk berkuliah di
kampus Fikom Untar, sekarang aku bekerja untuk Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan atau yang lebih akrab disebut Komnas Perempuan. Aku juga
sangat mengandalkan bus transjakarta sebagai moda transportasi sehari-hari,
tentu saja karena harganya murah untuk rute yang jauh.
Aku percaya bapak bertiga benar-benar bekerja untuk
menciptakan moda transportasi bagi masyarakat Jakarta yang nyaman dan aman. Perbaikan
terus dilakukan agar cita-cita itu segera terwujud. Pasti gengsi dong, masa ibu kota tidak punya moda transportasi
yang bener-bener kece dan bisa dibanggakan!
Beberapa minggu lalu, kita semua kaget karena ada kasus pelecehan seksual di Halte transjakarta Jatipadang, Jakarta Selatan. Kasus
pelecehan seksual seperti ini tentu bukan yang pertama kali terjadi di dalam bus
transjakarta atau pun di area halte transjakarta. Bahkan, kalau kita semua
punya ingatan yang kuat, kita tentu masih ingat perkosaan yang dilakukan oleh pegawai transjakarta kepada penumpang yang pingsan!
Pasca kasus tersebut, Pak Steve Kosasih lantas melontarkan
wacana untuk membuat bus khusus perempuan.
"Ke depannya, kami juga akan mengupayakan ada armada bus khusus wanita," kata bapak seperti yang saya kutip dari Republika.
Wacana tersebut pun langsung
ditangkap oleh Pak Andriyansyah yang mengatakan akan mengkaji wacana itu. Ide
ini sepintas baik, tapi harus hati-hati, karena ini sama saja mengalienasi
perempuan dari ruang publik. Kog bisa?
Alienasi menurut KBBI daring, adalah keadaan merasa terasing
(terisolasi) , penarikan diri atau pengasingan diri dr kelompok atau masyarakat.
Ide bus khusus perempuan berakar dari ideologi patriarkhi yang menempatkan
perempuan sebagai objek dan sumber masalah, sehingga cara yang paling mudah
adalah dengan memisahkan perempuan dari ruang publik atau lebih ekstrem lagi
dengan merumahkan perempuan. Mari kita lihat lebih luas, bus khusus perempuan
tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan masalah baru.
Memberikan rasa aman dan nyaman harus dilakukan tanpa memisahkan ruang publik
bagi laki-laki dan perempuan.
Lebih lanjut, bus khusus perempuan menempatkan perempuan sebagai
satu-satunya sumber masalah bila ia mengalami pelecehan seksual di bus biasa,
seperti yang pernah disampaikan oleh Andy Yentriyani, komisioner Komnas
Perempuan periode 2010-2014,
“Saya khawatir
nantinya akan ada bis khusus untuk perempuan, sama seperti KRL yang punya 2
gerbong khusus perempuan. Tetapi, itu tidak cukup. Kenapa? Karena, kalau ada
pelecehan di gerbong biasa, perempuan yang akan dianggap cari masalah,"
katanya
Bus khusus perempuan menimbulkan prasangka bahwa laki-laki
tidak mampu mengendalikan dirinya. Bus khusus perempuan tentu akan sangat
merepotkan bagi yang bepergian bersama lawan jenisnya atau bersama keluarga. Anak
laki-laki harus terpisah dari Ibunya. Dengan demikian, mereka tidak belajar
dari ayah dan masyarakat bagaimana seharusnya berelasi dengan perempuan di
tempat publik. Mereka akan makin tumbuh dalam keyakinan bahwa memang perempuan
adalah sumber masalah sehingga harus dipisah dari ruang publik.
Ruang khusus perempuan di bus transjakarta yang ada saat ini
saja sudah sangat merepotkan. Aku pernah harus duduk terpisah dari adik
perempuanku saat naik transjakarta. Apa bapak-bapak pernah mengalami ini juga?
Kasus pelecehan seksual di kendaraan umum disinyalir terjadi
karena padatnya penumpang dalam bus, yang mengakibatkan penumpang
berdesak-desakan. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku untuk
melakukan pelecehan seksual. Kalau ini penyebabnya, tentu solusinya adalah
dengan menambah armada sehingga penumpang tidak lagi berdesakan.
Sebenarnya siapa sih yang ingin berdesak-desakan dalam bus? Bila,
armadanya banyak sehingga jarak antara armada tidak terlalu lama, aku yakin
tidak akan ada penumpang yang mau berebutan. Selain penambahan armada, pos
patroli dan kesigapan petugas harus terus digalakkan. Ruang khusus perempuan
hanya solusi sementara sembari menunggu penambahan armada transjakarta seperti
yang dijanjikan oleh Bapak Ahok. Ide bus
khusus perempuan itu baik, tapi baik saja tidak cukup. Pelaksanaannya rawan
diskriminasi dan alienasi terhadap perempuan.
Bapak bertiga sama seperti saya, kita sama-sama laki-laki.
Terkadang sebagai laki-laki, kita punya “ego”, kita menempatkan diri kita
sebagai superman yang harus melindungi
perempuan. Nah masalahnya sering kali kita tidak bertanya dulu kepada perempuan
apa dia mau kita lindungi. Kita juga tidak pernah bertanya dengan cara apa ia
ingin dilindungi. Kita, sebagai laki-laki sering kali memaksakan cara
melindungi yang kita pahami sebagai laki-laki kepada perempuan tanpa sekali pun
mendengar suara mereka. Ada gap yang
besar di sini.
Sembari menulis ini, aku membayangkan bis transjakarta sedang
melintasi jalur khususnya yang benar-benar steril. Di dalamnya, penumpang tidak
terlalu padat. Ada perempuan dan laki-laki yang saling menjaga. Betapa
harmonisnya! Bila bapak-bapak perlu diskusi lebih lanjut, tentu aku akan sangat
senang. Kita bisa diskusikan ini sembari minum teh dan membayangkan bis
transjakarta seperti yang aku idam-idamkan itu. Oh indahnyaa ..
Komentar
Posting Komentar