Cinta dan Kulit Bawang
![]() |
Smart Dating oleh Urban Women |
Cinta dan Kulit Bawang yang akan
dibahas dalam tulisan ini bukan judul FTV apalagi judul novel teenlit. Kalaupun
ada kemiripan, ini semata-mata kebetulan yang tidak disengaja. Ini juga bukan
cerita tentang seseorang yang sangat cinta dengan kulit bawang. Sama sekali
bukan! Lalu apa? Ettss sabar dulu, mari baca pelan-pelan.
Sabtu lalu, 11 Juli 2015, aku dan
beberapa teman datang ke acaranya Urban Women di Nutrifood Inspiring Centre.
Acaranya berupa diskusi santai tentang bagaimana pacaran (dating) yang sehat
dan bebas dari kekerasan. Acaranya menarik sekali. Ada 3 orang narasumber yang
kece-kece abis, ada Mariana Amiruddin (Komisioner Komnas Perempuan), Ellen
Susilo (Psikolog Klinis), dan Grace (penyintas kekerasan dalam Pacaran).
Diskusi santai ini tambah semarak karena dimoderatori oleh Nathalie Indry,
penyiar radio yang juga kece abis, yang kamu bisa dengerin suaranya di VRadio FM.
Ada satu hal menarik dalam
diskusi itu yang rasanya harus aku tulis dalam blogku. Ceritanya ada seorang
peserta, perempuan muda, aku tidak tahu namanya karena tidak sempat kenalan,
yang bertanya tentang cara mengetahui apakah pacar kita itu seorang pelaku
kekerasan atau bukan. Pertanyaan itu pun langsung dijawab oleh Ellen Susilo
dengan lugas. Ellen mengatakan bahwa komunikasi merupakan kunci. Dari hal-hal
yang diobrolin dengan pasangan, dapat diketahui ciri-ciri atau potensi
kekerasan yang ada pada dirinya. Seakan tidak puas, perempuan muda itu kembali
menyanggah. Dia mengatakan bahwa ada temannya yang sudah pacaran lama, sering
komunikasi dengan pacarnya tetapi tetap saja menjadi korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga saat mereka menikah. Sanggahan perempuan muda itu lalu dipotong
oleh Ellen, dengan mengatakan,
“Bukan seberapa sering komunikasinya, tetapi seberapa dalam
komunikasinya”
Kalimat dari Ellen itu membuatku
terhenyak saat itu juga sampai beberapa detik kemudian. Memang kita harus
mengakui bahwa masih banyak dari kita yang berpatokan siapa pasangan terbaik
kita hanya pada seberapa nyaman dan seberapa sering komunikasi kita dengan
pasangan. Kedalaman komunikasi jarang diperhatikan.
Aku lalu ingat dengan sebuah
teori Komunikasi yang aku pelajari di kampus dulu, teori Penetrasi Sosial
namanya. Teori ini dikenal juga dengan teori kulit bawang. Teori ini pertama
kali dikemukakan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini mengandaikan
relasi interpersonal seseorang seperti kulit bawang yang berlapis-lapis.
Lapisan terluar berisi informasi publik. Semakin dalam lapisan, informasi
semakin pribadi. Lapisan dalam hanya bisa dijangkau oleh orang-orang yang
memiliki keintiman saja.
Lebih lanjut, teori ini
menitikberatkan pada keterbukaan diri (self disclosure). Biasanya orang-orang
yang baru menjalin hubungan akan sangat antusias untuk membuka diri
masing-masing. Pada lapisan-lapisan diri terluar, keterbukaan akan sangat
cepat. Makin ke dalam, akan semakin lambat. Banyak orang yang tidak mau membuka
dirinya lebih dalam karena takut pasangan akan menarik diri. Membuka diri lebih
dalam memang sangat riskan, tapi itu harus dilakukan. Bila mampu melewati tahap
ini, niscaya hubungan akan lebih stabil dan kokoh.
Selain kedalaman, hal lain yang
tidak kalah pentingnya adalah keluasan. Dalam Komunikasi, tidak hanya
kedalamannya saja, tetapi juga harus dibarengi dengan keluasan topik yang
diobrolin. Bisa saja ada satu hal yang sudah sangat dalam komunikasinya, tetapi
tidak di hal yang lain.
Contohnya, bisa aja kamu tau
dengan sangat dalam tentang makanan kesukaan, cara dan kebiasaan makan pasangan
kamu, tetapi kamu tidak cukup luas untuk tau hal lain tentang dirinya, misalnya
konflik masa lalunya.
Nah, kembali ke soal pertanyaan
perempuan muda di atas. Komunikasi dengan pasangan tidak cukup hanya nyaman dan
sering, tetapi harus dalam dan luas. Kalaupun kita mau berpatokan pada nyaman
dan sering, kita harus jeli melihat ada di lapisan mana kita berada.
Jangan-jangan, selama ini kita nyaman dan sering berkomunikasi dengan pasangan
hanya pada lapisan-lapisan terluar. Kita sama sekali belum masuk ke lapisan
yang lebih dalam lagi. Melalui komunikasi yang dalam dan luas itulah kita mampu
mengenali konsep diri pasangan kita. Pengenalan ini tentunya sangat penting
sebelum kita mengambil keputusan untuk naik ke level berikutnya.
Banyak orang yang fase pacarannya
sangat indah, tetapi saat menjalankan rumah tangga sering terjadi ketidakcocokan
yang berujung pada kekerasan. Ini bisa jadi, karena di fase pacaran,
keintimannya hanya terjadi pada lapisan terluar saja sehingga saat menikah,
barulah terbuka lapisan di dalamnya, yang bisa jadi tidak cocok dengan kita.
Jadi, saat kita pacaran ataupun
masih dalam tahap pendekatan, gali sedalam dan seluas mungkin konsep diri
pasangan kita itu dengan komunikasi tentunya. Perhatikan betul apakah ada ciri-ciri potensi kekerasan pada pasangan kita. Kadang-kadang, karena cinta, tingkat keawasan kita sering menurun, sehingga ciri-ciri potensi itu sering kita lewatkan.
Nah, kira-kira segitu dulu informasi yang aku bagikan lewat tulisan ini, semoga bermanfaat. Sebagai penutup, aku ingin mengutip kata Djenar Maesa Ayu, "Cinta tidak cukup pakai hati, tetapi harus hati-hati!"
mantap
BalasHapusWah, keren nih.
BalasHapusSetuju banget sama kutipannya:)
gila lo kokoooo masih inget aje ama teori jaman kuliah :p
BalasHapus