Mari Gelisah Bersama!
![]() | |
Mari Gelisah Bersama! |
Sesungguhnya sejak aku bergabung di Komnas Perempuan, aku
merasakan gelisah tiap bangun pagi dan jelang tidur malam. Aku gelisah akan hal
ini, gelisah akan hal itu, aku gelisah akan semuanya. Di Komnas Perempuan, aku
harus berhadapan dengan realita, ya dengan realita! Realita yang tidak seindah
perpustakaan kampusku, realita yang tak seindah “dongeng” yang diceritakan oleh
guru-guru SMA-ku. Bersentuhan dengan realita membuaku gelisah, gelisah dan gelisah ....
Dulu aku bangga dengan ponsel baru! Sekarang aku gelisah
ketika temanku dengan bangga ganti ponsel baru. Tidakkah dia tau di negeri lain
di ujung sana, ada korban anak yang teracuni timbal dari ponsel baru tersebut?
Dulu aku bangga bisa beli sepatu futsal baru! Sekarang aku
gelisah ketika ada seorang teman yang dengan begitu bangga bisa pamerin sepatu
futsal barunya, yang katanya diproduksi secara terbatas. Tidakkah dia tahu, di
balik sepatu futsal barunya itu, ada anak-anak yang mati karena ibu-ibu mereka
tidak mampu membeli susu akibat upah yang murah?
Dulu aku bangga sama Soekarno, sosok yang begitu
dianggungkan sebagai Founding Fathers Indonesia. Sekarang aku gelisah ketika
ada teman yang membangga-banggakan Soekarno. Tidakkah dia tau ada ratusan ribu
perempuan muda yang dijadikan Jugun Ianfu (budak seks) selama penjajahan
Jepang?
Dulu aku bangga dengan fakta ada banyak agama di negeriku
tercinta ini. Sekarang aku gelisah ketika ada orang yang bangga dengan
banyaknya agama di Indonesia. Tidakkah mereka tahu bahwa semua agama resmi di
Indonesia adalah agama import ? Tidak tahukah mereka, bahwa sesungguhnya ada
banyak lagi agama-agama asli Indonesia yang justru tidak diakui oleh negara ini
?
Dulu aku bangga dengan cerita-cerita keberhasilan swasembada
pangan di era Orde Baru! Sekarang aku gelisah ketika ada banyak orang yang
bercita-cita ingin kembali ke orde itu. Tidakkah mereka tahu, di balik
swasembada itu, ada tahanan politik yang diperlakukan tidak manusiawi yang
sampai saat ini masih berjuang mencari keadilan?
Dulu aku bangga dengan keberhasilan militer mempertahankan Aceh
dan Papua agar tidak merdeka. Sekarang aku gelisah ketika ada banyak orang yang
membangga-banggkan itu. Tidakkah mereka tahu di balik itu, ada cerita tentang
perempuan-perempuan lokal yang diperkosa, yang dirampas hak atas hidupnya?
Dulu aku bangga dengan statistik angka perceraian di
Indonesia yang rendah. Sekarang aku gelisah, aku baru tahu di balik angka
statistik yang rendah itu, terdapat banyak sekali perempuan dan anak yang
memilih menjalani "salibnya", daripada bercerai hanya semata-mata takut akan
stigma masyarakat atas janda!
Aku tersenyum dan tertawa girang saat dapat undangan pernikahan
dari seorang teman walau sebenarnya hati
ini gelisah. Gelisah suatu saat dia akan datang padaku dan bercerita tentang
perkosaan yang ia alami selama pernikahan, atau tentang virus HIV yang ia dapat
dari suaminya!
Ahh, sepertinya aku terlalu banyak gelisah.
***********************
Ceritanya tanggal 10-12 September lalu, aku mengikuti
pelatihan HAM Dasar berbasis Gender yang diadakan oleh SDM Komnas Perempuan.
Pelatihan itu diadakan di Hotel Acacia, Jakarta. Hotel ini dulu merupakan
Kantor Pusat Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kemudian diambil oleh negara
dan dijual. Di hari ketiga, ada sesi yang dibawakan oleh Yuniyanti Chuzaifah,
ketua Komnas Perempuan. Sesi yang dibawakan beliau, sedikit menjawab
kegelisahanku. Beliau bilang kurang lebih:
“Kegelisahan tanda kita masih punya hati, mari kita gelisah
bersama!”
Ahhhh, sepertinya Aku gelisah maka Aku ada!
Salam Gelisah, pembaca
(kalau ada yang baca) ....
Nice!
BalasHapusKunci kebahagiaan itu cuma satu: jadi bodoh. Ah sialnya gara-gara postingan ini saya jadi tahu realita itu pahit, dan bikin saya gelisah.
BalasHapus