Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2014

Kekerasan Seksual dan Harapan

Gambar
cek kemanusiaan kita! Hari ini, 31 Desember, yang artinya sebentar lagi kita akan menutup lembaran tahun 2014 dan bersiap membuka lembar baru tahun 2015. Sesuatu yang baru, biasanya selalu direkatkan dengan harapan, begitu pula dengan tahun baru kali ini. Banyak di antara kita yang tentu saja aku yakin, sudah mengambil ancang-ancang untuk mewujudkan harapan baru di tahun baru.  Di 2014, aku mengambil satu keputusan penting yang mengubah hidupku, yakni bergabung dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan alias Komnas Perempuan. Aku bergabung secara resmi dengan Lembaga HAM Nasional ini tepat satu minggu sebelum ulang tahunku yang ke-22. Aku menandatangani surat perjanjian kerja, 17 Februari 2014, dan mulai hari itu hidupku berubah. Banyak pengalaman-pengalaman yang begitu membekas di hati dan pikiran. Walau kadang-kadang sampai susah tidur gara-gara memikirkan itu, tapi aku menikmati setiap harinya di sini.  Menjadi bagian dari Keluarga Besar Komnas Perempuan

Clara yang Tak Boleh Dilupakan

Gambar
Opera Clara, sumber: Kita Anak Negeri Namanya Clara, matanya sipit, sama seperti kebanyakan gadis-gadis Tionghoa lainnya. Sehari-hari, ia mengurusi bisnis Ayahnya. Ia menjalani hari-hari sebagaimana mestinya, sampai peristiwa itu terjadi. Ya, Tragedi Mei 1998 menyisakan luka besar menganga dalam dirinya. Ada ruang kosong dalam hatinya sejak kejadian itu. Mobilnya dicegat oleh sekelompok massa di jalan tol. Ia diperkosa beramai-ramai. Ia menjadi satu dari setidaknya 85 perempuan korban perkosaan massal yang terjadi dalam tragedi itu. Clara menyisakan pilu yang mendalam, menyayat-nyayat perih bagi siapa saja yang datang ke Taman Ismail Marzuki, 13-14 Desember lalu. Komnas Perempuan bersama Indonesia untuk Kemanusiaan dan sejumlah mitra lainnya menyelenggarakan pagelaran Opera yang berjudul Clara. Opera karya Ananda Sukarlan ini dipentaskan dengan begitu apik sore itu. Perpaduan vokal, musik, drama dan permainan lampu yang menawan sukses meninggalkan jejak mendalam di benak set

Kampanye 16 HAKTP: Catatan dari Kampus Untirta

Gambar
  Seminar: Perempuan dan Hak Asasi Manusia di Kampus Untirta Sultan Ageng Tirtayasa dalam sejarah mainstream dituliskan sebagai sosok pemimpin dari Banten yang menolak kesewenang-wenangan VOC dalam memonopoli hasil bumi yang dihasilkan rakyat Banten. Beliau memimpin Banten di tahun 1600-an, bersamaan dengan masa awal-awal kedatangan VOC ke  Nusantara. Ciri utama dalam kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa adalah kecintaannya pada pendidikan dan perdagangan bebas. Banten menjadi pelabuhan bebas, dan pusat pendidikan di Tanah Jawa utamanya pendidikan agama Islam. 3 abad setelahnya, Nama Sultan Ageng Tirtayasa diabadikan sebagai nama Universitas di Banten. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) berdiri di Kota Serang dengan harapan mampu menjadi pusat pendidikan di Indonesia, setidak-tidaknya di Tanah Banten. Aktivitas-aktivitas akademik digalakkan untuk mencapai cita-cita tersebut, salah satunya adalah Seminar: Perempuan dan Hak Asasi Manusia yang diinisias

Perempuan dan Pekerjaan

Gambar
Perempuan memasuki ruang publik Tulisan ini merupakan ringkasan dari paperku yang berjudul Perempuan dan Pekerjaan, yang aku kerjakan untuk ujian di Entention Course Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.  Akhir-akhir ini ada wacana yang dilontarkan oleh Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) terkait dengan pengurangan jam kerja bagi perempuan. JK mengusulkan agar pekerja perempuan dikurangi jam kerjanya 2 jam, masing-masing 1 jam sebelum masuk dan saat mau pulang. Hal ini menurut beliau semata-mata bertujuan agar peran Ibu dalam mengasuh anak dapat lebih optimal, mengingat sekarang banyak sekali keluarga yang suami dan istri sama-sama bekerja. Ide ini pun langsung memantik pro dan kontra di masyarakat. Pihak yang setuju sangat menyambut gagasan ini. Bagi mereka, sudah sepatutnya perempuan menjadi aktor utama dalam mengasuh anak. Hal ini sesuai dengan ideologi partriakhi yang ditanamkan sejak kecil, bahwasanya Laki-laki bekerja di luar dan perempuan mengasuh anak di rumah.  

Kedai Kopi, Hukum Adat dan Kekerasan Seksual

Gambar
Diskusi Publik di Kota Palu Halooo semua, ini adalah ceritaku tentang Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Kota Palu, Sulawesi Tengah! Palu adalah kota ketiga yang aku datangi untuk kampanye ini setelah Palembang dan Padang. Ini dia ceritanya ...   Aku dan Ibu Kunthi (Komisioner Komnas Perempuan) berkesempatan mengunjungi kota Palu, 7-9 Desember kemarin dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang diinisiasi oleh teman-teman Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST). Ada banyak cerita menarik selama kami di Palu. Palu, Ibu Kota Sulawesi Tengah dulunya merupakan pusat pemerintahan kerajaan Palu yang tentu saja masih menyisakan begitu banyak hukum adat sampai hari ini. Hukum adat yang berlaku ini sayangnya masih banyak yang tidak sensitif pada korban. di kantor KPKP-ST Andaikan ada seorang laki-laki beristri yang memperkosa perempuan lain, maka laki-laki itu dihukum harus membayar kerbau 1 ekor yang diserahk

Cerita dari Sumatera: Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Gambar
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Halo semua! Setiap tahunnya, mulai tanggal 25 November sampai 10 Desember, Komnas Perempuan bersama-sama seluruh elemen masyarakat sipil melakukan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP). Kampanye ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu-isu Kekerasan terhadap Perempuan. Kekerasan terhadap Perempuan selama ini dianggap sebagai isu dia , bukan isu kita bersama!  Tahun 2014 ini adalah tahun keempat keterlibatan aku dalam kampanye ini. Perkenalan aku pertama kali dengan Komnas Perempuan pun terjadi karena kampanye ini. Di tahun 2011, aku menghadiri sebuah seminar di kampus Atma Jaya tentang pornografi di dunia internet dan anak. Ternyata seminar itu adalah bagian dari kampanye 16 HAKTP. Tahun 2012, aku bersama teman-teman BEM FIKom Untar menginisiasi sebuah seminar bertemakan perkawinan Jurnalisme dengan Feminisme. Pembicara utama adalah Ibu Uni Lubis. Tahun 2013, aku sudah menjadi r