Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Toko Roti Tegal Saksi Bisu Kisah Cinta Soe Hok Gie

Gambar
Toko Roti Tegal, Matraman, Jakarta Timur Selasa, 21 Maret 2017, aku mengambil cuti untuk sekadar melemaskan otot dan mengambil nafas dalam-dalam. Setelah makan siang, aku bergegas ke Toko Buku Gramedia di Matraman, berharap ada buku bagus yang sedang diskon. Usai membeli beberapa buku, aku singgah sebentar di Toko Roti Tegal, yang hanya berjarak beberapa ruko, yang berderetan dengan Gramedia.   Suasana klasik langsung terasa, saat kita membuka pintu toko roti yang telah berdiri sejak 1948 ini. Aku pun lalu memilih beberapa potong kue dan segelas teh manis, lalu duduk manis di pojokan. Toko Roti Tegal menyimpan banyak cerita, salah satunya adalah cerita tentang Soe Hok Gie yang menyatakan cintanya kepada Nurmala Kartini Panjaitan di suatu sore yang gerimis, 11 Desember 1969.  Dalam Gie dan Surat-Surat yang Tersembunyi (2016), Kartini menuturkan, ungkapan perasaan Soe Hok Gie sore itu sangat menyentuh perasaannya.  "Meski hujan turun rintik-rintik, badan dan

Mengenal Vihara Lupan yang Terlupakan

Gambar
Pintu Depan Vihara Lupan, Pinangsia, Jakarta Barat Dari Vihara Bahtera Bhakti atau Klenteng Nyai Ronggeng di Ancol , perjalanan menyusuri jejak-jejak sejarah Tionghoa, kulanjutkan sampai ke Vihara Lupan. Vihara Lupan atau sering juga dieja Lu Ban terletak di jalan Pinangsia 1, tak jauh dari LTC Glodok. Tepat di samping vihara ini terdapat sekolah Suci Hati. Vihara Lupan boleh jadi tak seterkenal Klenteng Jin De Yuan di Petak Sembilan, tapi vihara ini juga menyimpan banyak cerita sejarah yang menarik.  Menurut Handinoto dalam buku Tionghoa dalam Keindonesiaan: Peran dan Kontribusi Bagi Pembangunan Bangsa, Klenteng Lu Pan dibangun oleh serikat tukang kayu dari Guang Dong, pada abad ke-19. Klenteng ini dibangun dan dipersembahkan secara khusus kepada Lu Ban Gong yang mereka anggap sebagai dewa pelindung para tukang kayu. Selain di sini, ada dua lagi klenteng yang dibangun oleh tukang kayu, satu di Selatan kali Angke dan satu lagi di Surabaya. Orang Tionghoa dari suku Kon

Mengenal Klenteng Nyai Ronggeng di Ancol

Gambar
Pintu Depan Vihara Bahtera Bhakti atau Klenteng Nyai Ronggeng Minggu lalu, aku pergi ke Vihara Bahtera Bhakti di Ancol. Vihara ini dikenal juga dengan sebutan Klenteng Nyai Ronggeng. Aku ke klenteng ini karena penasaran dengan sejarahnya setelah membaca buku Tionghoa dalam Keindonesiaan: Peran dan Kontribusi Bagi Pembangunan Indonesia yang baru saja diluncurkan. Dalam buku itu, Sumanto Al Qurtuby menyebutkan bahwa  klenteng ini dihubung-hubungkan dengan Sampo Soei Soe, seorang Tionghoa Muslim yang menjadi juru masak Cheng Ho. Kisahnya pada waktu Cheng Ho ekspedisi ke Sunda Kelapa, sang juru masak jatuh cinta dengan penari ronggeng setempat yang bernama Siti Wati. Karena saling jatuh cinta, keduanya akhirnya menikah. Ketika mereka meninggal, mereka dikuburkan di kompleks klenteng ini bersama mertuanya yang bernama Said Areli. Sumanto mendasarkan pendapatnya tersebut pada cerita lisan yang dirilis ulang oleh Lee Khoon Choy dalam Indonesia Between Myth and Reality. Pend