Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2011

Cerita di Balik Workshop HIV/AIDS oleh Yayasan Aids Indonesia

Gambar
Mira Fajar (UNAIDS) saat memberikan gambaran persebaran HIV/AIDS Menjelang Hari Aids sedunia, Yayasan Aids Indonesia (YAI) menyelenggarakan workshop mengenai kampanye efektif penanggulangan permasalahan HIV & AIDS di kalangan muda. Workshop ini bertempat di ruang rapat PB Pelti, di komplek Gelora Bung Karno dan berlangsung selama 2 hari, 19-20 November 2011. Workshop ini mengundang para anak muda dari berbagai SMA, SMK dan Universitas. Saya dan teman saya @Eilianamele beruntung bisa mewakili Universitas Tarumanagara hadir pada workshop tersebut. Workshop selama 2 hari tersebut menghadirkan Mira Fajar (UNAIDS) sebagai pembicara dan berhasil mengumpulkan ide-ide dari kawula muda untuk menanggulangi masalah HIV/AIDS. Tak cukup bicara untuk selesaikan persebaran HIV Ada sedikit cerita menarik mengenai acara tersebut. Di workshop tersebut para peserta dibagi ke dalam kelompok. Nah, saya kebetulan sekelompok dengan 2 mahasiswi dari kampus swasta ternama dan seorang s

Exihibition Dreams Stitched in Colours oleh Kedubes Pakistan

Gambar
Masih sepi, Fikom Untar menjadi yang pertama sampai Galeri Nasional Indonesia Jumat, (18/11), bertempat di Galeri Nasional Indonesia, kedutaan besar Pakistan bekerja sama dengan Kementerian pariwisata dan kebudayaan Republik Indonesia dan Galeri Nasional Indonesia menyelenggarakan pameran tekstil, foto dan kebudayaan Pakistan bertajuk “Dreams Stitched in Colours”. pemberian cenderamata oleh dubes Pakistan ke Wamendikbud Pameran ini bertujuan untuk memperkenalkan kebudayaan Pakistan sekaligus sebagai ajang mempererat hubungan dengan Republik Indonesia. Acara ini dibuka oleh Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Sanaullah disusul dengan sambutan oleh Wakil Menteri Pendidikan, Musliar Kasim. Acara ini juga menampilkan tarian-tarian khas Pakistan yang mengundang decak kagum dari para pengunjung. Ratusan pengunjung berbaur menjadi satu menikmati sugguhan pertunjukkan kebudayaan negara beribu kota Islamabad tersebut. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara turut

Nono Sampono Mulai Gerilya Jaring Suara Mahasiswa

Gambar
Nono Sampono (keempat dari kanan) Walau pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta masih menyisakan satu tahun lagi, bakal calon gubernur, Nono Sampono, mulai gerilya menjaring suara khususnya mahasiswa. Hal ini terlihat ketika Nono Sampono menjadi pembicara kuliah umum di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara (3/11). Saat itu, Nono Sampono memberikan kuliah umum bertema “Pengembangan Potensi Maritim Guna Optimalisasi Pembangunan Nasional Menghadapi Komunikasi Global”. Namun, Nono Sampono mengelak dianggap sedang berkampanye. "Ini bukan tempatnya untuk berkampanye. Ada saatnya untuk berkampanye. Ada hak kalian untuk memilih sosok pemimpin yang membawa Jakarta menjadi lebih baik. Paling tidak masa lalu ada Ali Sadikin yang tua, sekarang ada Ali Sadikin yang muda," ujarnya dengan nada bergurau Walau Nono Sampono menolak dianggap berkampanye, beliau juga tidak semerta-merta menolak memberikan bocoran tentang visinya membawa Jakarta saat salah satu m

Ada Apa Dengan Kampanye UN4U ?

Gambar
Suasana Kuliah Umum UN4U Kampanye UN4U merupakan suatu bentuk kampanye untuk mendekatkan United Nation (UN) atau Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan para pemuda. Kampanye ini diluncurkan sejak 2008, dan diselenggarakan rutin sebagai bagian dari perayaan UN day, hari lahirnya PBB, 24 oktober. Pada tahun keempatnya ini, kampanye UN4U membawakan serangkaian kuliah-kuliah umum di berbagai intitusi perguruan tinggi, dan Rabu kemarin (26/10) Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara menjadi tuan rumah kampanye ini. UNHCR (United Nation High Commissioner for Refugees) sebagai bagian dari UN dipilih menjadi pemateri pada kuliah umum tersebut. Kuliah umum ini berisi keberhasilan UNHCR dalam menangani pengungsian. Hadir sebagai pembicara dalam kuliah umum tersebut adalah Mitra Salima Suryono dan Elsa Ayu Fitri, External Relations Officer. Sepertinya tak ada yang salah soal kampanye ini. Namun, bicara soal eksistensi, pasti ada yang salah ketika organisasi terbesa

Diskusi Meja Bundar Bersama Duta Besar Pakistan

Gambar
Diskusi bersama Gelisah rasanya untuk tidak berkomentar soal artikel ini dan ini .  Kedua artikel tersebut berisi diskusi yang diprakarsai oleh Kedutaan Besar Pakistan yang membahas The Blackest Day for Khasimiris. Kebetulan saya dan teman-teman Fikom Untar datang ke acara tersebut. Kedatangan kami bermula ketika teman saya @veroagustine diundang oleh staf lokal Kedubes Pakistan untuk makan siang bersama dan sedikit berdiskusi. Tak ada satu pun dari kami yang tau bahwa siang itu merupakan hari peringatan bagi rakyat Khasmir. Menurut Zahir Khan, ketua Forum solidaritas untuk Khasmir, 27 oktober 1947 merupakan hari pertama invasi oleh tentara India di wilayah Khasmir dan setiap tahunnya diperingati sebagai hati terkelam rakyat Khasmir. Saya enggan berkomentar lebih jauh soal diskusi ini. Karena keterangan yang saya terima hanya dari pihak Pakistan saja. Saya tidak tahu bagaimana pihak India melihat hal ini. Prinsip cover both side seperti yang diajarkan di kampus say

[Pengalaman Bukan Maen] Belajar Budaya Afrika Selatan

Gambar
bersama Mr Moses “Welcome to South Africa, the rainbow country, where black and white live in harmony” Afrika Selatan merupakan sebuah negara indah di ujung selatan benua Afrika. Dengan luas lebih dari 1 juta km2, Afrika Selatan merupakan rumah bagi 45 juta warganya. Tidak hanya kulit hitam, tetapi juga putih, cokelat bahkan kuning hidup berdampingan dalam harmoni. Beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman berkesempatan untuk berkunjung ke kedutaan besar Afrika Selatan untuk Indonesia. Kunjungan ini bermula ketika kami mendapat tugas untuk mempresentasikan kebudayaan Afrika Selatan untuk mata kuliah komunikasi lintas budaya. Kami diterima dengan baik oleh Sekretaris II bidang kebudayaan, Mr. Moses Phahlane setelah melewati prosedur birokrasi. Kami dua kali bertemu dengan Mr. Moses. Pertemuan pertama terjadi di kedubes Afsel di Wisma GKBI, Semanggi pada 17 Oktober 2011. Kami diceritakan tentang negerinya dan culture shock yang dialami beliau ketika bekerja di Indon

Senyum Mereka Semangatku Mengajar

Gambar
Bu Theresia dengan murid-muridnya Namaku Theresia Marianti, aku lahir di pinggiran ibu kota 10 Maret 27 tahun lalu. Aku dibesarkan dalam didikan keluarga guru. Ayah, ibu dan kakakku semuanya guru, begitu pula dengan aku. Namun bedanya, keluargaku menjadi guru untuk anak-anak normal. Aku memilih untuk mengabdi mengajar anak-anak cacat. Aku memilih menjadi guru bagi mereka dan tentu saja pilihan ini mendapat banyak pertentangan di keluargaku. Aku bahkan sempat tak saling sapa dengan ibuku. Sedih rasanya diacuhkan dari keluarga, tapi ini pilihanku. Sinisan dan Sindiran menjadi makananku sehari-hari. Pernah suatu hari, ketika aku sedang bersantai di rumah, ayahku datang dengan membawa sebuah formulir pindah jurusan. Aku ingat jelas momen itu. Saat itu aku sedang menjalani perkuliahan di jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Jakarta. Ayah memintaku pindah jurusan, ke jurusan yang lebih menjanjikan masa depan. Aku hanya menggeleng. “Emang dosa ya mengajar anak-anak cacat ?