Clara yang Tak Boleh Dilupakan

Opera Clara, sumber: Kita Anak Negeri

Namanya Clara, matanya sipit, sama seperti kebanyakan gadis-gadis Tionghoa lainnya. Sehari-hari, ia mengurusi bisnis Ayahnya. Ia menjalani hari-hari sebagaimana mestinya, sampai peristiwa itu terjadi. Ya, Tragedi Mei 1998 menyisakan luka besar menganga dalam dirinya. Ada ruang kosong dalam hatinya sejak kejadian itu. Mobilnya dicegat oleh sekelompok massa di jalan tol. Ia diperkosa beramai-ramai. Ia menjadi satu dari setidaknya 85 perempuan korban perkosaan massal yang terjadi dalam tragedi itu.

Clara menyisakan pilu yang mendalam, menyayat-nyayat perih bagi siapa saja yang datang ke Taman Ismail Marzuki, 13-14 Desember lalu. Komnas Perempuan bersama Indonesia untuk Kemanusiaan dan sejumlah mitra lainnya menyelenggarakan pagelaran Opera yang berjudul Clara. Opera karya Ananda Sukarlan ini dipentaskan dengan begitu apik sore itu. Perpaduan vokal, musik, drama dan permainan lampu yang menawan sukses meninggalkan jejak mendalam di benak setiap penonton. Air mata dan isak tangis terdengar sayup-sayup selama pementasan. Nada-nada lirih menjadi irama lain yang mewarnai opera ini. 

Pementasan Opera Clara merupakan bagian dari upaya merawat ingatan guna mencegah keberulangan tragedi. Seburuk-buruknya tragedi adalah tragedi tanpa pembelajaran. Mengingat luka itu jelas sakit, tapi melupakan jauh lebih sakit. Melupakan membuka ruang keberulangan tragedi di masa yang akan datang. 

16 tahun pasca tragedi Mei 1998, penyangkalan bahwa ada perkosaan massal waktu itu terus dilontarkan. Banyak yang tidak percaya perkosaan massal benar-benar terjadi. Cerita-cerita tentang perkosaan masal pun tidak diceritakan dalam buku-buku sejarah. Bicara soal Mei 1998, yang teringat hanyalah demonstrasi mahasiswa, penculikan aktivis dan turunnya Soeharto. Tak ada ruang untuk tutur-tutur perkosaan massal. Hal ini dikarenakan tidak ada satu korban pun yang tampil ke publik.  Ketidakhadiran korban ke publik bukan tanpa alasan. Tidak ada jaminan keselamatan menjadi faktor utama.

Selain untuk merawat ingatan, Opera ini juga merupakan bagian dari kampanye Pundi Perempuan. Tiket penjualan Opera Clara akan didonasikan ke Pundi Perempuan, wadah penggalangan dana publik untuk rumah aman bagai perempuan korban kekerasan. 


*********************
Banyak yang bertanya kenapa diriku mau bergabung dengan Komnas Perempuan. Hampir semua dari mereka yang bertanya demikian, biasanya menyambungnya dengan dugaan bahwa pasti ada saudaraku atau temanku yang menjadi korban di Mei 1998.


Bagiku, tidak perlu kita menunggu ada saudara atau teman yang menjadi korban, baru perduli pada isu ini. Siapa pun dia yang tidak terganggu hatinya saat mengetahui begitu marak perkosaan massal di Tragedi Mei 1998, perlu dicek kemanusiaannya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eddie Lembong, Penggagas Penyerbukan Silang Budaya Meninggal Dunia

Sejarah Pedasnya Cabai di Indonesia

Begini Rasanya Bekerja di Komnas Perempuan