Rabu Perempuan: Perempuan dalam Bisnis Media

suasana diskusi rabu perempuan

“Lensa kamera merupakan extention dari mata lelaki,” ungkapan ini disampaikan oleh Rocky Gerung, dosen program Filsafat dan Magister Kajian Gender, Universitas Indonesia dalam diskusi Rabu Perempuan yang diadakan oleh Komnas Perempuan di Kedai Tjikini (3/4/2013).

 
Diskusi Rabu Perempuan merupakan agenda rutin Komnas Perempuan yang diadakan dua minggu sekali setiap hari rabu. Rabu Perempuan adalah ladies night versi kedai. Sebagian pendapatan di hari Rabu akan ikut mengisi Pundi Perempuan, wadah dana publik yang ditujukan bagi perempuan korban kekerasan. Fokus utama dalam Rabu Perempuan kali ini adalah tentang perempuan dalam bisnis media. Perempuan kerap kali menjadi objek bagi media untuk meningkatkan rating dan market share. Diskusi ini berjalan menarik untuk melihat fenomena eksploitasi perempuan dalam media.

Ruth Pakpahan, reporter Trans 7 yang didaulat menjadi pembicara pada diskusi ini memaparkan bahwa di hampir semua media yang ada di Indonesia berlomba-lomba menaikan rating dan share program-program dengan segala cara termasuk dengan cara menempatkan perempuan-perempuan cantik sebagai pembaca acaranya. “Bagi media, rating dan share itu merupakan Tuhan,” tegasnya.
Tidak hanya berdiskusi tentang isu perempuan dalam media. Diskusi ini juga menyinggung tentang pemberitaan terhadap perempuan yang bias gender. Banyak pemberitaan media yang tidak menunjukan simpati terhadap korban perempuan. Bahkan, terkesan turut menyalahkan korban. Diskusi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat.

Salah satu peserta yang hadir, Charlie dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara menanyakan mengenai peluang bagi reporter yang kebetulan tidak memiliki penampilan fisik yang rupawan untuk m
enjadi penyiar. “Reporter punya dua pilihan, menjadi reporter yang hanya mengandalkan fisik dan reporter yang mengandalkan intelektualitas,” ujar Ruth Pakpahan menutup diskusi ini.*)


NB : tulisan ini disalin dari situs komnas perempuan, dan ditulis oleh saya sendiri hehee. .

Komentar

  1. gw kalo jadi pemilik stasiunnya mah yang penting intelektual. fisik mah belakangan banget. percuma kalo fisik bagus tapi intelektualnya nol. :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eddie Lembong, Penggagas Penyerbukan Silang Budaya Meninggal Dunia

Sejarah Pedasnya Cabai di Indonesia

Mengenal Klenteng Nyai Ronggeng di Ancol